kaltengpedia.com – Kota Palangka Raya kerap dipoles sebagai wajah kemajuan Kalimantan Tengah. Namun di balik citra gemerlap pusat pemerintahan provinsi, angka kemiskinan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) justru mengungkap wajah lain dari kepemimpinan Wali Kota Fairid Naparin.
Data BPS tahun 2024 mencatat, persentase penduduk miskin di Kota Palangka Raya masih mencapai 3,52 persen, atau sekitar 10.700 jiwa dari total 310.110 penduduk. Angka ini memang terendah kedua di Kalimantan Tengah, namun bukan tanpa catatan. Yang luput dari sorotan Fairid adalah kenyataan bahwa sebagian besar warga miskin tersebut justru tinggal di wilayah pinggiran kota sebuah ironi di tengah janji-janji pemerataan pembangunan selama masa pemerintahannya.
Wakil Wali Kota Achmad Zaini bahkan secara terbuka mengakui bahwa kesenjangan pembangunan antara pusat kota dan daerah rural masih sangat mencolok. Pendidikan rendah, akses kesehatan minim, dan terbatasnya peluang kerja menjadi pemicu utama kemiskinan di wilayah pinggiran. Kondisi ini jelas menandakan kegagalan visi pembangunan Wali Kota Fairid Naparin yang selama ini lebih sibuk membangun citra daripada menyentuh kebutuhan mendasar masyarakat miskin.
Selama dua periode kepemimpinan Fairid, banyak anggaran terserap pada proyek-proyek fisik dan pencitraan, tetapi perhatian terhadap pemerataan layanan dasar di daerah pinggiran seperti Kelurahan Petuk Katimpun, Kalampangan, hingga Tangkiling masih minim. Warga desa kerap merasakan keterasingan dari kebijakan kota yang semestinya mereka juga nikmati berdasarkan analisa litbang kaltengpedia.
Pemerintah Kota memang sering menyuarakan program pemberdayaan dan perlindungan sosial, namun implementasi di lapangan masih setengah hati. Evaluasi kebijakan terlihat mandek di ruang-ruang rapat, jauh dari denyut nadi warga yang setiap hari harus berjibaku dengan kesenjangan dan keterbatasan hidup.
Slogan pembangunan berkelanjutan yang digaungkan di setiap pidato Wali Kota Fairid Naparin kini terasa kosong. Karena di saat wajah kota terus dipercantik, wajah masyarakat miskin di pinggiran kota justru memudar dari perhatian pemerintah.
Rakor Penanggulangan Kemiskinan yang digelar Senin (7/7/2025) semestinya bukan sekadar seremoni belaka. Sudah saatnya Fairid Naparin dan jajarannya berhenti memoles angka dan mulai menatap realita. Karena keberhasilan bukan hanya soal data statistik kemiskinan yang menurun, tapi tentang keadilan sosial yang benar-benar dirasakan setiap warga termasuk mereka yang selama ini terpinggirkan dari prioritas pembangunan.






















