Ramai-Ramai Cari Restu Gubernur Kalteng, Kolaborasi atau Sekadar Formalitas?

Dok : istimewa

kaltengpedia.com – Menjelang berakhirnya masa kepengurusan sejumlah organisasi strategis di Kalimantan Tengah seperti Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), suasana politik organisasi semakin hangat. Sejumlah nama mulai bermunculan dan intens melakukan pendekatan, termasuk dengan “mencari restu” dari Gubernur Kalimantan Tengah H. Agustiar Sabran.

Fenomena ini bukan hal baru. Dalam lanskap politik dan organisasi di Kalimantan Tengah, kedekatan dengan kepala daerah, terutama gubernur, kerap menjadi penentu arah dukungan. Namun yang menarik, di tengah gelombang dinamika ini, publik mulai bertanya: apakah kolaborasi yang digaungkan Gubernur Agustiar Sabran akan benar-benar dirasakan oleh seluruh elemen, termasuk influencer, aktivis media sosial, hingga kalangan milenial?

Sabtu (12/7), Gubernur Agustiar Sabran bersama Wakil Gubernur Edy Pratowo melakukan joging santai di kawasan Taman Hiu Putih Berkah, Palangka Raya. Turut hadir sejumlah kepala perangkat daerah, tokoh masyarakat, pelajar, dan insan pers. Dalam suasana santai, Agustiar menyampaikan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam membangun daerah.

Bacaan Lainnya

“Kegiatan ini tidak hanya untuk kebugaran tubuh, tetapi juga untuk menyerap langsung masukan masyarakat dengan suasana lebih santai dan terbuka,” ujarnya.

Kegiatan tersebut menjadi bukti pendekatan yang lebih humanis dan partisipatif. Namun, kolaborasi yang dimaksud Agustiar belum sepenuhnya menyentuh elemen strategis baru di era digital, seperti para influencer, content creator, dan komunitas digital yang kini memiliki pengaruh besar terhadap opini publik, terutama generasi muda.

HIPMI dan KNPI adalah dua organisasi besar yang kini tengah bersiap menghadapi regenerasi kepemimpinan. HIPMI sebagai wadah pengusaha muda dan KNPI sebagai laboratorium kepemudaan, sejatinya menjadi alat negara untuk mencetak pemimpin masa depan. Namun, tanpa arah kolaboratif dari pemerintah daerah, dua organisasi ini rawan hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan internal, tanpa inovasi berarti.

Pertanyaannya: akankah Gubernur Kalteng mengedepankan kolaborasi terbuka untuk semua pihak, atau kembali pada pola lama yang cenderung mengakomodasi lingkaran politik internal?

Beberapa nama yang santer disebut-sebut maju di KNPI maupun HIPMI disebut masih menunggu “sinyal” dari gubernur. Ini menciptakan kesan bahwa restu gubernur bukan hanya sekadar dukungan moral, tetapi menjadi “tiket” untuk memenangkan pemilihan di internal organisasi.

Dalam banyak kesempatan, kalangan muda penggerak digital seperti influencer, aktivis medsos, hingga content creator lokal belum mendapat ruang dialog yang nyata dengan pemerintah daerah. Padahal, mereka merupakan penyambung aspirasi generasi Z dan milenial yang akan menjadi mayoritas pemilih dan penggerak ekonomi dalam 5–10 tahun ke depan.

Gubernur Agustiar Sabran dikenal aktif dalam berbagai kegiatan kerakyatan dan sosial, tetapi hingga kini, belum terlihat adanya forum khusus atau langkah konkret yang melibatkan komunitas digital secara sistematis. Padahal, potensi mereka bukan hanya untuk publikasi, melainkan juga sebagai mitra pembangunan dalam menyampaikan program, edukasi, hingga kontra-informasi hoaks.

Agustiar Sabran, yang dikenal merakyat dan mudah berbaur dengan masyarakat, kini berada pada momen krusial untuk menunjukkan arah kepemimpinan yang adaptif. Apakah restu gubernur akan menjadi jalan pembuka kolaborasi lintas generasi dan sektor, atau justru kembali pada pola selektif yang hanya merangkul “yang dekat-dekat saja”?

Masyarakat kini menanti: kolaborasi yang dijanjikan termasuk kepada kaum muda dan digital native harus nyata dan bisa diukur dalam bentuk keterlibatan nyata dalam organisasi, forum dialog, dan ruang-ruang partisipatif.

Pos terkait