Demo Mahasiswa di DPRD Kalteng Memanas: Siapa yang Salah? Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Dok : deepsek ai ilustrasi kalteng

kaltengpedia.com – Pada 2 Juli 2025 Puluhan mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam Aliansi Tanah Air Melawan menggelar aksi di depan kantor DPRD Kalimantan Tengah. Mereka menuntut evaluasi tata kelola sumber daya alam. Tapi, kenapa aksi ini malah berujung saling dorong? Apa yang sebenarnya terjadi?

Aksi yang awalnya berjalan damai, berubah menjadi tegang ketika massa mencoba bertemu pimpinan DPRD. Kenapa pimpinan DPRD tidak keluar menemui mahasiswa? Apakah aspirasi lingkungan dianggap tidak penting? Ataukah ada hal yang disembunyikan?

Massa menyoroti kerusakan lingkungan akibat tambang dan deforestasi. Apakah benar izin tambang di Kalteng terlalu longgar? Siapa yang paling diuntungkan dari semua ini? Apakah rakyat Kalteng hanya jadi penonton dalam kerusakan alam di tanah sendiri?

Bacaan Lainnya

Koordinator aksi, Gratsia Christopher, mendesak Gubernur Agustiar Sabran untuk bertindak. Tapi, apakah gubernur akan merespons tuntutan ini? Mungkinkah ada evaluasi menyeluruh terhadap izin tambang dan kehutanan? Ataukah aksi ini akan kembali dilupakan?

Ketegangan memuncak saat mahasiswa mencoba mendorong masuk ke halaman DPRD. Polisi pun membentuk barikade. Kenapa harus sampai terjadi saling dorong? Siapa yang memulai? Apakah ada yang memprovokasi?

Beberapa mahasiswa mengaku mengalami kekerasan. Salah satunya, Sugiaryanto dari HMI, menunjukkan luka memar. Apakah ini bukti kekerasan? Ataukah hanya akibat spontanitas situasi? Apakah polisi benar-benar melampaui batas? Ataukah mereka hanya menjalankan tugas sesuai SOP?

Dari sisi aparat, polisi menyatakan mereka hanya mengamankan situasi. Apakah benar mereka netral? Apakah pengamanan dilakukan dengan proporsional? Ataukah ada tekanan dari pihak lain untuk membatasi ruang gerak mahasiswa?

Lalu, bagaimana nasib aspirasi mahasiswa? Apakah suara mereka akan didengar? Atau hanya akan tenggelam oleh hiruk-pikuk kekuasaan dan birokrasi?

Dan yang terpenting:
Apakah ini hanya satu dari banyak aksi yang akan datang?
Ataukah ini menjadi awal dari gelombang baru perlawanan masyarakat terhadap eksploitasi lingkungan?

Pos terkait