Skandal Pelabuhan Segintung: Saat Bupati Seruyan Diduga Gunakan Jabatan untuk Balas Jasa Politik?

Dok : Deepsek Ai

kaltengpedia.com – Pada 14 Oktober 2019, publik dikejutkan dengan pernyataan resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan mantan Bupati Seruyan dua periode, Darwan Ali, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Laut Teluk Segintung. Proyek bernilai ratusan miliar rupiah ini awalnya dirancang untuk membuka akses ekonomi laut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Seruyan. Namun, harapan itu berubah menjadi kekecewaan akibat dugaan kuat praktik korupsi dan kolusi politik.

Darwan Ali menjabat sebagai Bupati Seruyan sejak kabupaten ini berdiri pascapemekaran dari Kabupaten Kotawaringin Timur pada 2002. Sebagai kepala daerah pertama, ia memiliki pengaruh dan kendali politik yang sangat besar di kabupaten muda ini.

Pelabuhan Laut Teluk Segintung digadang-gadang menjadi infrastruktur andalan Seruyan untuk membuka konektivitas logistik. Namun menurut KPK, proyek ini justru dimanfaatkan untuk memperkuat jejaring politik Darwan melalui penunjukan langsung kontraktor “dekat” kekuasaan, yakni PT Swa Karya Jaya (SKJ).

Bacaan Lainnya

Juru Bicara KPK saat itu, Febri Diansyah, menjelaskan bahwa proyek ini sarat dengan penyimpangan sejak awal perencanaan, mulai dari pengondisian lelang, manipulasi dokumen, hingga aliran dana ke pihak keluarga Darwan Ali. Proses lelang disebut sebagai “formalitas” semata, karena pemenang telah diarahkan sejak awal, yakni SKJ—perusahaan yang disebut merupakan pendukung kuat Darwan saat Pilkada Seruyan 2003.

“Dokumen lelang dipalsukan, pengambilan dokumen hanya dibuka satu hari, dan peserta lain dimanipulasi untuk memberi jalan bagi SKJ,” ungkap KPK.

Pada tahun 2007, kontrak proyek pelabuhan ditandatangani dengan nilai awal Rp112,736 miliar, lalu dinaikkan melalui addendum menjadi Rp127,411 miliar—kenaikan 13,02%, melebihi batas maksimal 10% sesuai Perpres. KPK menduga, terdapat aliran dana mencurigakan ke rekening anak Darwan senilai Rp687,5 juta, serta kerugian negara mencapai Rp20,84 miliar.

Selama proses penyidikan, KPK memeriksa 32 saksi, menyita dokumen dari rumah pribadi Darwan di Tebet, Jakarta Selatan, dan mencegah Darwan serta Direktur SKJ, Tju Miming Apriyanto, bepergian ke luar negeri selama enam bulan sejak Agustus 2019.

Kasus ini tak bisa dilepaskan dari rekam jejak Darwan dalam menerbitkan puluhan izin perkebunan sawit kepada keluarga dan kroninya. Dalam investigasi kolaboratif Mongabay dan The Gecko Project (2017), Darwan disebut sebagai aktor utama dalam mengubah sebagian besar wilayah selatan Seruyan menjadi ladang sawit raksasa. Banyak izin dikeluarkan atas nama perusahaan yang ternyata dimiliki oleh kerabat dan rekan politiknya. Perusahaan-perusahaan ini kemudian dijual ke raksasa sawit seperti PPB Oil Palm (Kuok Group asal Malaysia).

Zenzi Suhadi dari Walhi menilai, proyek pelabuhan ini mungkin dibangun bukan semata-mata untuk kepentingan publik, tapi untuk menunjang kepentingan logistik perkebunan sawit.

“Pelabuhan ini dibangun untuk siapa? Patut diduga fasilitas ini ditujukan memperlancar ekspor hasil perkebunan milik kroni kekuasaan,” kata Zenzi.

Seruyan sendiri dikenal sebagai salah satu kabupaten dengan izin sawit terbanyak di Indonesia, dan selama dua dekade terakhir menghadapi konflik agraria berkepanjangan antara warga lokal, komunitas adat, dan perusahaan perkebunan.

Pelabuhan Teluk Segintung terletak di wilayah pesisir Seruyan Hilir. Wilayah ini awalnya dihuni masyarakat nelayan kecil dan memiliki potensi ekosistem mangrove yang besar. Namun proyek ini dinilai meminggirkan kebutuhan masyarakat lokal, karena perencanaan tidak berdasarkan kebutuhan riil.

Susan Herawati, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), menegaskan bahwa proyek semacam ini lazim terjadi di banyak daerah dengan rencana tata ruang pesisir (RZWP3K) yang lemah pengawasan.

“Seringkali pelabuhan dibangun hanya untuk mengakomodasi kepentingan investor. Di Seruyan, pelabuhan ini tak terbukti membantu nelayan, malah jadi lumbung korupsi,” ujar Susan.

Dok : Mogabay

Penetapan Darwan Ali sebagai tersangka sempat mengguncang panggung politik Seruyan. Dinasti politik Darwan yang sempat kuat, mulai dari dirinya hingga anaknya yang pernah duduk di DPR RI, perlahan-lahan meredup. Namun, pengaruhnya dalam dunia usaha dan perizinan masih meninggalkan jejak yang sulit dihapus.

Kasus ini menjadi pintu masuk penting untuk menelusuri lebih jauh praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan di sektor infrastruktur dan sumber daya alam di Seruyan, serta membuka ruang untuk reformasi pengelolaan tata ruang, pengadaan proyek, dan penerbitan izin.

Kasus korupsi proyek Pelabuhan Laut Teluk Segintung bukan hanya persoalan hukum, tapi juga cerminan kegagalan tata kelola pemerintahan daerah. Seruyan kabupaten kaya sumber daya namun miskin pengawasan harus belajar dari masa lalu agar tak kembali terjebak dalam pembangunan semu yang hanya memperkaya segelintir elit, sementara masyarakat lokal terus tertinggal.

Pos terkait