kaltengpedia.com – Setiap daerah punya karakter dan cara tersendiri dalam membangun kesejahteraan warganya. Begitu pula dua gubernur ini: H. Agustiar Sabran dari Kalimantan Tengah dan Dedi Mulyadi dari Jawa Barat.
Keduanya sama-sama menunjukkan semangat pro-rakyat, tetapi dengan gaya dan pendekatan yang sangat berbeda.
Di Kalimantan Tengah, Gubernur Agustiar Sabran memilih jalur regulasi elegan. Ia tidak menaikkan pajak atau membebankan rakyat, melainkan menertibkan sistem perusahaan agar lebih loyal dan berkontribusi langsung terhadap pendapatan daerah.
- Kebijakan yang diterapkannya mencakup enam poin utama:
- Wajib punya NPWP Daerah Kalimantan Tengah
- Jadi Wajib Pungut (WAPU) Daerah Kalteng
- Gunakan pelat kendaraan KH
- Menabung di Bank Kalteng
- CSR terlapor realtime dan transparan
- Tertib pajak dan retribusi daerah
“Kita ingin PAD meningkat tanpa membebani rakyat kecil. Kalau perusahaan taat, ekonomi daerah akan kuat,” ujar Agustiar Sabran dalam keterangan resminya saat mengunjungi Kotawaringin Timur (sampit) beberapa waktu lalu.
Pendekatan ini menonjolkan sisi sistematis dan tegas menata ekonomi dari atas ke bawah dengan menekankan tanggung jawab sosial dunia usaha.
Sementara itu, dari tanah Pasundan, Gubernur Dedi Mulyadi meluncurkan Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) — ajakan moral agar masyarakat menyisihkan Rp1.000 per hari untuk membantu sesama.
Namun, Dedi menegaskan bahwa gerakan ini bukan pungutan wajib, melainkan murni bentuk solidaritas sosial.
“Tidak ada kebijakan gubernur yang menyuruh ngumpulin uang. Ini ajakan moral, bukan pungutan. Tujuannya agar masyarakat kembali saling menolong,” kata Dedi, Senin (6/10/2025).
Gerakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 149/PMD.03.04/KESRA, dan menekankan pentingnya transparansi dana solidaritas di tingkat RT dan RW. Warga diajak menyelesaikan persoalan kecil di sekitar mereka dari biaya transportasi pasien miskin, hingga membantu anak sekolah yang kekurangan perlengkapan.
Pendekatan Dedi menonjolkan nilai kemanusiaan dan gotong royong, membangun daerah dari bawah ke atas melalui empati dan kepercayaan sosial.
Agustiar membangun sistem ekonomi yang rapi dan berkeadilan, sementara Dedi menghidupkan kembali budaya tolong-menolong yang lama hilang.
Keduanya sama-sama ingin menghadirkan pemerintahan yang dekat dengan rakyat — satu dengan aturan yang kuat, satunya lagi dengan rasa yang dalam.
Jadi, kalau kamu diminta memilih
Apakah kamu lebih suka gaya tegas dan sistematis ala Agustiar Sabran,
atau gaya humanis dan gotong royong ala Dedi Mulyadi?