Ramai-Ramai Instansi Dinas Kalteng Bikin Podcast: Literasi Digital atau Buang Anggaran?

kaltengpedia.com – Fenomena maraknya podcast yang dibuat oleh sejumlah instansi dinas di Kalimantan Tengah kini menuai sorotan tajam. Alih-alih menjadi medium literasi digital masyarakat, sebagian publik justru mempertanyakan efektivitas serta urgensi program tersebut. Apakah podcast ini benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat? Ataukah sekadar proyek branding untuk mengejar laporan popularitas internal?

Ahmad Hady, pengamat digital sekaligus perwakilan dari Asosiasi Digital Kreatif Kalteng, menyampaikan kekhawatirannya atas tren tersebut.

“Podcast itu bukan sekadar duduk, ngobrol, direkam, lalu diunggah. Harus ada target audiens yang jelas, konten yang berbobot, serta distribusi yang tepat. Banyak podcast instansi hari ini justru tidak menyentuh masyarakat umum. Penontonnya minim, isinya elitis, tapi anggarannya bisa jadi tidak kecil,” ujar Ahmad.

Menurutnya, tren podcast di kalangan instansi justru mengindikasikan kurangnya pemahaman terhadap strategi digital yang efektif. Banyak yang mengejar ‘ada’ dulu, tanpa memikirkan relevansi dan dampaknya terhadap masyarakat.

“Kalau hanya sekadar bikin karena ingin terlihat melek digital, ya sama saja dengan buang-buang anggaran. Digitalisasi itu bukan gaya-gayaan, tapi soal efisiensi dan manfaat,” tambahnya.

Sejumlah podcast yang diluncurkan oleh dinas-dinas ini umumnya menampilkan pejabat berbicara seputar program kerja mereka. Namun sayangnya, kemasan yang tidak menarik dan bahasa yang terlalu birokratis membuat masyarakat enggan menonton atau mendengarkan.

Salah satu warga Palangka Raya yang enggan disebutkan namanya mengaku tidak tahu-menahu soal podcast dari instansi pemerintahan.

“Saya malah baru tahu kalau dinas-dinas bikin podcast. Di YouTube atau Spotify jarang muncul. Kalau kontennya tidak menarik, siapa yang mau nonton?” ujarnya.

Ahmad Hady menilai, semestinya podcast dari instansi difokuskan pada literasi publik yang riil, seperti edukasi lingkungan, kesehatan, pelayanan publik, atau hal-hal praktis yang bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh warga.

“Sudah saatnya instansi paham: digital bukan cuma soal tampil, tapi soal menjangkau. Jangan buat podcast hanya untuk sajian elite atau memenuhi laporan kegiatan semata. Ini era transparansi dan partisipasi, bukan era citra semu,” tegasnya.

Ia juga mengajak instansi untuk bekerja sama dengan komunitas digital lokal, konten kreator, dan media independen agar strategi komunikasi publik lebih tepat sasaran.

Fenomena podcast instansi ini menjadi refleksi penting bagi pemerintah daerah. Sebab di tengah tuntutan efisiensi anggaran dan digitalisasi pelayanan publik, jangan sampai publik hanya disuguhi konten-konten asal jadi yang tak memberi dampak nyata.

Pos terkait