kaltengpedia.com – Dinamika politik di Kabupaten Barito Utara kini memasuki babak baru. Setelah bertahun-tahun didominasi pengaruh keluarga besar H. Nadalsyah atau Koyem, hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 dan perkembangan terbaru di Bawaslu memberi sinyal perubahan signifikan dalam peta kekuasaan daerah ini.
Ketua Bawaslu Barut, Adam Parawangsa Abubakar, menegaskan melalui rilis resmi di Palangka Raya, Kamis (21/8), bahwa laporan dugaan politik uang yang dilayangkan tim hukum pasangan nomor urut 02, Jimmy Carter–Inriaty Karawaheni, terhadap pasangan nomor urut 01, Shalahuddin–Felix Sonadie, resmi dihentikan.
“Kesimpulannya, laporan tidak terbukti sebagai tindak pidana pemilihan. Berdasarkan klarifikasi dan kajian unsur-unsur pelanggaran, tidak ada indikasi pelanggaran sebagaimana pasal yang disangkakan,” ujar Adam.
Laporan tersebut awalnya diajukan oleh Sedi Usmika ke Bawaslu Kalteng pada 13 Agustus 2025, kemudian dilimpahkan ke Bawaslu Barut. Proses Gakkumdu melibatkan klarifikasi enam orang, termasuk pelapor, terlapor, saksi, dan pihak terkait. Hasil analisa menyatakan unsur dugaan pelanggaran tidak terpenuhi sesuai Pasal 71, Pasal 73, dan Pasal 187A UU Pilkada.
Dengan dihentikannya laporan ini, peluang Shalahuddin–Felix untuk mempertahankan keunggulan dalam PSU semakin besar. Kemenangan mereka disebut-sebut sebagai bukti bahwa dominasi politik keluarga Koyem bisa dipatahkan oleh aspirasi rakyat.
Nama Jimmy Carter, yang juga saudara kandung H. Nadalsyah dan pernah menjadi Ketua Tim Pemenangan pasangan Akhmad Gunadi Nadalsyah–Sastra Jaya (Agi–Saja), sebelumnya diharapkan menjadi penerus pengaruh dinasti politik Koyem. Jimmy bahkan resmi mendaftarkan diri sebagai bakal calon Bupati bersama Inriaty Karawaheni pada 30 Mei 2025.
Namun, sorotan publik terhadap Jimmy tak terhindarkan. Operasi tangkap tangan (OTT) Polres Barito Utara pada 14 Maret 2025, yang menyeret sembilan orang termasuk bendahara tim paslon 02, menimbulkan tanda tanya soal integritas kontestasi politik keluarga Koyem. Meski Jimmy tak disebut sebagai tersangka, banyak pihak mempertanyakan tanggung jawab moralnya sebagai ketua tim pemenangan saat itu.
Fenomena ini memunculkan tanda tanya besar: apakah Barito Utara sedang memasuki era baru politik tanpa dominasi keluarga tertentu? Ataukah dinamika ini hanya bagian dari siklus politik menjelang penetapan hasil PSU dan putusan akhir Mahkamah Konstitusi?
Apapun jawabannya, runtuhnya dinasti Koyem dalam Pilkada Barito Utara menjadi catatan penting sejarah politik lokal. Publik kini menanti apakah perubahan ini membawa arah baru kepemimpinan daerah yang lebih demokratis dan akuntabel, atau hanya pergeseran kekuatan ke figur-figur baru dengan pola lama.