Disdik Kalteng Dituding SEMMI, Programmer: Jangan Asal Desak KPK Tanpa Bukti Teknologi

Kaltengpedia.com – Desakan Ketua Umum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Kalimantan Tengah, Afan Safrian, agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi pada proyek pengadaan papan tulis interaktif di Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah menuai tanggapan kritis dari kalangan praktisi teknologi.

Ahmad Hady Surya, seorang programmer asal Kalimantan Tengah yang telah lama berkecimpung di bidang digital education tools, mempertanyakan dasar dari tudingan yang dilontarkan SEMMI tersebut.

“Kita semua sepakat bahwa transparansi pengadaan barang publik itu penting. Tapi yang jadi soal adalah, apakah yang bersangkutan (SEMMI) sudah benar-benar memahami apa itu interactive whiteboard dan nilai teknologinya sebelum menuduh secara terbuka? Jangan sampai tudingan ini hanya berdasarkan asumsi tanpa data teknis,” tegas Ahmad Hady, Minggu (6/7).

Bacaan Lainnya

Menurutnya, papan tulis interaktif bukanlah alat tulis biasa. Teknologi ini merupakan gabungan perangkat keras dan lunak yang digunakan dalam sistem pendidikan modern, dan memang bernilai tinggi, tergantung pada spesifikasi serta jumlah unit yang diadakan.

“Harga satu unit papan interaktif bisa puluhan juta hingga ratusan juta tergantung fitur. Kalau dalam satu proyek ada pengadaan untuk puluhan sekolah, wajar saja nilainya miliaran. Tapi apakah itu otomatis berarti mark-up? Harus pakai data, bukan praduga,” lanjut Ahmad.

Ahmad Hady juga mengingatkan bahwa tidak semua proyek digital dalam dunia pendidikan bisa dipukul rata dengan perspektif pengadaan konvensional. Dibutuhkan pemahaman yang komprehensif terhadap teknologi agar kritik yang dilontarkan tidak terkesan tendensius atau politis.

Dirinya pun menilai desakan SEMMI kepada KPK terkesan prematur dan berpotensi menyesatkan publik jika tidak disertai indikasi awal yang konkret, seperti dokumen lelang, hasil audit, atau bukti teknis lainnya.

“Kalau memang ada data kuat, silakan laporkan. Tapi jangan membangun opini publik hanya dengan kata ‘diduga’ atau ‘kami curiga’. Ini berbahaya bagi iklim pembangunan teknologi pendidikan di daerah,” tutupnya.

Pos terkait