kaltengpedia.com – Polemik tanah di Palangka Raya memasuki babak baru. Dua warga kelompok Lewu Taheta, Daryana dan Suparno, resmi ditetapkan tersangka oleh Ditreskrimum Polda Kalimantan Tengah atas dugaan pemalsuan dokumen tanah di Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sabangau.
Namun, langkah hukum ini justru menimbulkan tanda tanya besar. Ketua Kalteng Watch, Men Gumpul, menilai penetapan tersangka itu sarat kejanggalan.
“Kalau benar dokumennya palsu, lurah dan camat yang mengesahkan juga harus terseret. Kenapa hanya warga kecil yang dikorbankan?” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (3/9/2025).
Menurut Men Gumpul, dokumen tanah yang dipersoalkan justru telah diketahui dan disahkan pihak kelurahan serta kecamatan. Ia menduga ada indikasi kriminalisasi terhadap masyarakat lokal.
Di balik kasus ini, muncul sorotan serius pada dugaan praktik dinasti lurah di Palangka Raya. Nama H.S., mantan Lurah Kalampangan yang kini menjabat Plt Kepala Dinas Perhubungan Kota Palangka Raya, kembali diseret. Istrinya, Y.M., kini justru menjabat lurah aktif di wilayah yang sama.
“Ini persoalan serius. Publik melihat ada pola dinasti lurah yang rawan konflik kepentingan. Satu keluarga memegang kendali jabatan strategis, sementara warga justru jadi korban,” tegas Men Gumpul.
Kalteng Watch melaporkan H.S. ke Inspektorat Kota Palangka Raya pada 25 Agustus 2025 terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan tanah semasa menjabat lurah. H.S. dituding menerbitkan Surat Pernyataan Tanah (SPT) seluas 100 x 100 meter di Jalan Tabengan I pada 2017, serta memiliki sembilan sertifikat hak milik melalui program PTSL.
Sejumlah warga menuding pasangan H.S. – Y.M. kerap terseret dalam konflik lahan, mulai dari Kereng Bangkirai hingga Sabaru. Bahkan, muncul laporan intimidasi terhadap kelompok tani Lewu Taheta.
Laporan LHKPN H.S. ke KPK pada Januari 2025 mencatat total kekayaan Rp639 juta. Angka ini kontras dengan dugaan kepemilikan banyak bidang tanah yang disebut warga diperoleh lewat program sertifikasi massal.
“Pemerintah Kota Palangka Raya harus mawas diri. Jangan sampai praktik dinasti pejabat lurah ini jadi pintu masuk mafia tanah yang merugikan masyarakat,” tutup Men Gumpul.






















