kaltengpedia.com -Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah akhirnya bertindak tegas. Dalam operasi besar-besaran bersama kepolisian, Dinas Perhubungan Kalteng menjaring lebih dari 200 kendaraan perusahaan besar swasta (PBS) yang terlibat pelanggaran berat. Modusnya? Truk-truk raksasa mengangkut hasil tambang, CPO, dan kayu secara over dimension over loading (ODOL) dan menggunakan pelat nomor luar daerah (non-KH)
Tak hanya melanggar aturan, truk-truk ini juga menjadi biang keladi kerusakan jalan provinsi yang kian memprihatinkan di sejumlah wilayah.
“Kami tidak tinggal diam. Selama tiga bulan, kami lakukan razia terpadu dan mayoritas truk terjaring karena kelebihan muatan dan tidak menggunakan pelat Kalteng,” tegas Yulindra Dedy, Kepala Dishub Kalteng dalam konferensi pers di Kantor Gubernur, Jumat (25/7/2025).
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa infrastruktur jalan provinsi yang dibangun dari dana APBD rusak parah di sejumlah titik akibat ulah truk-truk PBS. Beberapa ruas seperti:
-
Gunung Mas – Palangka Raya
-
Lingkar Selatan Sampit
-
Kotawaringin Lama – Pangkalan Bun
menjadi lokasi “penghancuran massal” jalan oleh angkutan berat perusahaan yang tak mematuhi kelas jalan sebagaimana diatur dalam Perda Kalteng Nomor 5 Tahun 2021.
“Kalau kendaraan berat ini terus dibiarkan tanpa pembatasan tonase, maka anggaran pemeliharaan jalan akan habis hanya untuk menambal kerusakan. Ini jelas tidak adil bagi rakyat,” tegas Dedy.
Tak kalah mencurigakan, Dishub menemukan bahwa banyak truk PBS justru menggunakan pelat luar daerah, seperti B (Jakarta), DA (Kalsel), hingga L (Jatim). Artinya, selain merusak jalan, mereka menghindari kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Padahal, perusahaan-perusahaan ini menggali kekayaan alam dari bumi Kalteng — namun justru menghindari tanggung jawab sosial kepada daerah.
Tak puas hanya dengan razia dan tilang, Pemprov Kalteng kini tengah menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) yang akan memperkuat tindakan hukum terhadap perusahaan nakal. Termasuk sanksi administratif, penyitaan kendaraan, dan penyidikan lebih lanjut dengan melibatkan Satpol PP serta lembaga peradilan.
“Kami ingin ada efek jera. Perusahaan tidak bisa hanya ditegur, tapi harus dihukum. Jalan-jalan kita rusak parah karena ketamakan segelintir pihak,” tegas Dedy.
Wajah jalan provinsi yang penuh lubang, rusak berat, dan mengancam keselamatan rakyat adalah dampak nyata dari pembiaran sistemik terhadap praktik ODOL. Sementara masyarakat mengeluh, PBS melenggang bebas mengeruk hasil alam.
Rakyat hanya dapat debu, macet, dan jalan rusak.
Pemerintah memang patut diapresiasi atas langkah razia ini, tapi jangan berhenti di tengah jalan. Publik menuntut konsistensi: apakah semua perusahaan akan benar-benar ditindak? Ataukah ada yang tetap “kebal” hukum karena kekuatan modal dan kedekatan politik?
Di tengah kemarahan publik atas kerusakan jalan yang semakin meluas, masyarakat menunggu bukti nyata. Jika pemerintah sungguh serius, maka razia ini harus menjadi awal dari bersih-bersih besar-besaran sektor transportasi industri.
Karena jalan yang rusak bukan hanya soal aspal yang hancur — tapi juga simbol ketidakadilan yang terus dibiarkan.






















