Korupsi Ben Ibrahim, KPK Periksa Manager Keuangan Lembaga Survei Poltracking Indonesia

istimewa

Kaltengpedia.com – Petinggi lembaga survei Poltracking Indonesia kembali diperiksa tim penyidik Komisi Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi terkait pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang disertai dengan penerimaan suap di lingkungan Pemkab Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng).

Jurubicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, hari ini, Senin (3/7), pihaknya memanggil delapan orang sebagai saksi untuk tersangka Bupati Kapuas periode 2013-2018 dan 2018-2023, Ben Brahim S Bahat (BBSB) dan istrinya, Ary Egahni.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan,” ujar Ali kepada wartawan, Senin siang (3/7).

Bacaan Lainnya

Saksi-saksi yang dipanggil, yaitu Anggraini Setio Ayuningtyas selaku Manager Keuangan PT Poltracking Indonesia, Dealdo Dwirendragaha Bahat dan Bella Brittani Bahar selaku anaknya tersangka Ben Brahim dan Ary Egahni.

Selanjutnya, Yanua Yassin Anwar selaku karyawan swasta, Esty Novelina Karuniani selaku wiraswasta, Christine selaku Finance Hotel Intercontinental Pondok Indah, Sartono selaku karyawan swasta, dan Raden Kusmartono selaku PPAT/Notaris.

Sebelumnya, petinggi Poltracking Indonesia juga sudah diperiksa, yakni Direktur Keuangan PT Poltracking Indonesia, Erma Yusriani pada Senin (26/6). Selain dia, tim penyidik juga sudah memeriksa Direktur Keuangan PT Indikator Politik Indonesia, Fauny Hidayat.

Keduanya didalami soal aliran uang korupsi yang dipergunakan untuk pembiayaan polling survei pencalonan Ben Brahim sebagai kepala daerah, maupun pencalonan anggota legislatif untuk Ary Egahni.

Berdasarkan sumber Kantor Berita Politik RMOL, masing-masing lembaga survei tersebut menerima uang sekitar Rp300 juta sebagai pembayaran untuk polling survei.

Sumber tersebut mengatakan, uang Rp600 juta untuk kedua lembaga survei itu berasal dari para Kepala Dinas (Kadis) di Pemkab Kapuas dengan cara patungan dari pos anggaran masing-masing SKPD atas perintah dari Ben Brahim dan istrinya, Ary Egahni yang juga tersangka dalam perkara dugaan korupsi terkait pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang disertai dengan penerimaan suap di lingkungan Pemkab Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng).

Uang itu diduga diberikan dengan tujuan agar elektabilitas Ben Brahim dan istrinya menjadi baik agar dipilih oleh masyarakat dalam penyelenggaraan Pilbup Kapuas, Pilgub Kalteng, maupun Pileg DPR RI.

Ben Brahim diduga menerima fasilitas dan sejumlah uang dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemkab Kapuas, dan dari pihak swasta selama menjadi Bupati Kapuas selama dua periode.

Sedangkan Ary Egahni diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan, antara lain dengan memerintahkan beberapa kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah.

Sumber uang yang diterima Ben Brahim dari Ary berasal dari berbagai pos anggaran resmi di SKPD Pemkab Kapuas. Fasilitas dan sejumlah uang yang diterima digunakan oleh Ben Brahim untuk biaya operasional saat mengikuti Pilbup Kapuas, Pilgub Kalteng, termasuk keikutsertaan Ary dalam Pileg DPR RI tahun 2019 dari Partai Nasdem.

Dari beberapa sumber penerimaan uang itu, jumlah uang yang diterima Ben Brahim dan Ary sekitar Rp8,7 miliar. Uang itu juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional, yakni lembaga survei Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia. AA

Pos terkait