kaltengpedia.com – Seorang narapidana dilaporkan melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA KM 40 Palangka Raya, Kalimantan Tengah, pada Sabtu (28/6) sekitar pukul 01.15 WIB. Peristiwa ini kembali menimbulkan sorotan tajam terhadap sistem pengawasan dan integritas pengelolaan lapas di wilayah tersebut.
Informasi yang diperoleh dari sumber internal menyebutkan, narapidana yang belum lama menghuni Lapas tersebut telah diberi kepercayaan bekerja di luar area tahanan, di bawah pengawasan seorang tamping—narapidana lain yang mendapatkan tugas khusus. Namun, situasi itu justru dimanfaatkan sang napi untuk melarikan diri.
“Ini jelas kelalaian fatal. Bahkan bisa diduga bukan sekadar keteledoran, tapi ada potensi keterlibatan oknum tertentu. Harus ada evaluasi menyeluruh,” ujar salah satu narasumber yang meminta identitasnya dirahasiakan saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Kritik keras juga datang dari Aktivis Senior Kalimantan Tengah, Hartani Soekarno. Ia mendesak agar Kementerian Hukum dan HAM melalui Kantor Wilayah Kalteng segera mengambil tindakan tegas dan terbuka kepada publik.
“Ini persoalan serius. Harus diusut tuntas apakah ada kelalaian sistemik atau permainan oknum yang membiarkan napi keluar. Apalagi ini bukan napi ringan,” ujar Hartani kepada media.
Informasi yang dihimpun tim lapangan Jawa Post News mengonfirmasi bahwa narapidana yang kabur sedang menjalani masa tahanan atas kasus dugaan pemerkosaan. Hal ini menambah keprihatinan publik atas lemahnya pengamanan terhadap pelaku kejahatan serius.
Dalam kondisi yang memprihatinkan ini, diketahui Kepala Lapas KM 40 sedang tidak berada di tempat lantaran menjalani cuti. Pengawasan sementara hanya dilakukan oleh Pelaksana Harian (Plh).
“Kalapas sedang cuti, jadi yang bertugas hanya Plh. Tapi ini bukan alasan. Seharusnya sistem pengamanan tidak bergantung pada satu orang,” ujar seorang sumber berinisial AS.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Lapas maupun Kantor Wilayah Kemenkumham Kalimantan Tengah. Beberapa pihak menduga informasi ini sempat tidak langsung disampaikan ke publik.
“Sudah pasti diketahui oleh pihak Kanwil, tapi kesannya seperti ingin ditutupi. Ini yang membuat publik semakin curiga,” lanjut sumber AS.
Peristiwa ini menambah daftar panjang persoalan di lingkungan pemasyarakatan, khususnya di Kalimantan Tengah. Publik kini menuntut akuntabilitas, transparansi, dan tindakan tegas dari otoritas terkait demi mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemasyarakatan.






















