Harga Karet di Barito Utara Tak Seperti Dulu, Mengapa?

kaltengpedia.com – Pekerjaan sebagai penyadap karet telah menjadi mata pencaharian utama bagi banyak warga Barito Utara, terutama di desa-desa yang masih menggantungkan perekonomian keluarga mereka dari hasil getah karet. Namun, harga karet saat ini jauh dari masa kejayaannya, memicu keluhan dari para petani yang merasa kurang diperhatikan oleh pemerintah.

Harga Karet yang Tak Lagi Menggiurkan

Dulu, harga karet pernah mencapai Rp15.000 hingga Rp20.000 per kilogram, menjadi sumber pendapatan yang cukup menjanjikan bagi para petani. Namun kini, harga karet fluktuatif di kisaran Rp10.500 hingga Rp11.000 per kilogram.

“Harga sekarang sudah tidak seperti dulu, hanya berkisar Rp10.500 sampai Rp11.000 saja,” ujar Pak Alam, seorang penyadap karet di Jalan Teluk Mayang, saat diwawancarai (27/12/2024).

Bacaan Lainnya

Kondisi serupa juga dialami para penyadap di Desa Hajak, Kecamatan Teweh Baru. Mereka menyebut harga tersebut merupakan harga tengkulak yang cenderung tidak berpihak kepada petani.

Permintaan Perhatian Pemerintah

Pak Alam berharap pemerintah kembali memberikan perhatian khusus kepada sektor perkebunan karet, yang menurutnya merupakan tradisi turun-temurun masyarakat Barito Utara. Ia mengingat masa kepemimpinan Bupati A. Dj. Nihin pada tahun 90-an, di mana perkebunan karet menjadi salah satu program unggulan.

“Banyak kebun karet yang kita lihat sekarang adalah hasil dari program beliau. Berkebun karet cocok untuk alam Kalimantan dan tidak merusak lingkungan seperti sawit atau kebun lain,” katanya.

Ia juga menyayangkan adanya stigma bahwa pekerjaan menyadap karet dianggap rendah. Padahal, banyak anak di Barito Utara yang berhasil meraih pendidikan tinggi berkat penghasilan orang tua dari menyadap karet.

Industri Karet di Tingkat Global

Di tingkat internasional, Indonesia, Malaysia, dan Thailand sebagai negara produsen karet terbesar dunia telah membentuk Dewan Karet Tripartit Internasional (ITRC) sejak 2001. Deklarasi Bali yang ditandatangani tahun itu bertujuan memastikan pendapatan yang adil bagi petani kecil.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak petani karet, termasuk di Barito Utara, masih belum merasakan dampak nyata dari upaya tersebut. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada awal tahun ini juga menyerukan peran optimal ITRC untuk meningkatkan kesejahteraan petani karet.

Menyengsarakan Petani Karet?

Turunnya harga karet jelas memengaruhi kesejahteraan petani, terutama di Barito Utara, yang sebagian besar masih bergantung pada hasil karet. Dengan harga yang rendah, pendapatan mereka sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk biaya pendidikan anak.

Namun, solusi bukan hanya soal menaikkan harga. Perlu ada perhatian serius dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mendukung industri karet, mulai dari peningkatan kualitas produksi hingga memotong rantai distribusi yang merugikan petani.

Bagi masyarakat Barito Utara, menyadap karet bukan sekadar pekerjaan, melainkan tradisi yang melekat erat dengan kehidupan mereka. Jika pemerintah dan berbagai pihak tidak segera bertindak, mata pencaharian “tertua” di daerah ini mungkin hanya akan tinggal kenangan.

Pos terkait