Menyedihkan, Setiap Jam Ada Tiga Istri Menjadi Korban Kekerasan

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). (Foto: Istock)

kaltengpedia.com – KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan bahwa kemajuan-kemajuan dalam upaya pemenuhan hak korban dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan perlu menjadi agenda bersama lintas sektor.

“Dalam dua puluh tahun terakhir, kasus KDRT paling banyak dilaporkan, dan terutama kekerasan terhadap istri. Berdasarkan data Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan, setiap jam sekurangnya ada 3 perempuan dalam posisi sebagai istri yang menjadi korban kekerasan,” ungkap Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani.

Hasil kajian CATAHU dari 2001 hingga 2023, memperlihatkan sekurangnya terdapat 582,780 laporan kekerasan di ranah personal sejak UU ini disahkan, termasuk sebanyak 94% atau 491,067 kasus adalah kekerasan terhadap Istri (KTI) dan 3,56% atau 18.577 kasus kekerasan terhadap anak perempuan.

Sementara itu, dari 3.709 kasus KTI yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan dari tahun 2019 hingga 2023, sebanyak 50% adalah KDRT psikologis, 31% kekerasan fisik, 16% penelantaran dan kekerasan ekonomi lainnya dan 3% kekerasan seksual.

Dari jumlah tersebut, 222 kasus berkaitan dengan perebutan anak dan 309 kasus merupakan KDRT yang masih berlanjut meski pasangan telah bercerai.

Temuan ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga tidak selalu berakhir dengan putusnya ikatan perkawinan.

Pola kekerasan yang terungkap dalam kajian ini menampilkan spektrum yang luas selain kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi.

Pola-pola ini sering kali berkelindan dengan bentuk kekerasan lainnya, menciptakan jerat yang sulit diputus oleh para korban.

Komnas Perempuan juga mencatat puncak KDRT pada kasus-kasus femisida atau pembunuhan terhadap perempuan dan juga bunuh diri.

Era digital turut memberikan dimensi baru dalam permasalahan KDRT dan tidak jarang justru memperburuk situasi dengan munculnya Kekerasan Berbasis Gender Siber.

Pelaku KDRT memanfaatkan teknologi informasi sebagai sarana untuk melanggengkan kontrol dan dominasi terhadap korban, bahkan setelah perpisahan.

Komnas Perempuan mengenali ada banyak alasan perempuan berada dalam perkawinan tidak dicatatkan: sebagiannya adalah mereka yang sudah berada dalam lingkar kekerasan, ada yang tidak tahu bahwa perkawinannya harus dicatatkan setelah menempuh pernikahan berdasarkan agama atau adatnya, dan ada pula yang tidak dapat mencatatkan perkawinannya karena hambatan legal.

Pos terkait