Kaltengpedia – Proyek food estate yang digagas oleh mantan Presiden Joko Widodo di Kalimantan Tengah kini menghadapi masalah serius. Ekstensifikasi program yang awalnya diharapkan mendukung ketahanan pangan nasional ini malah menunjukkan hasil mengecewakan di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau. Berdasarkan pemantauan oleh Pantau Gambut, lahan yang sebelumnya dialokasikan untuk food estate kini terbengkalai dan sebagian bahkan dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Laporan Pantau Gambut, yang dirilis dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis, 7 Oktober 2024, menunjukkan kondisi lahan di kawasan food estate yang tampak tidak terurus. Temuan yang mengkhawatirkan ini didukung oleh hasil pemantauan di Desa Tajepan, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten Kapuas, di mana perkebunan sawit milik PT Wira Usahatama Lestari (WUL) telah membentang seluas 274,67 hektare di area yang seharusnya menjadi lahan pangan.
Juma Maulana, GIS Officer dari Pantau Gambut, mengungkapkan bahwa temuan ini berasal dari survei udara yang mereka lakukan pada April 2024. “Kami mendapati kondisi kebun sawit ini sudah seperti itu ketika kami datang ke sana pada medio April lalu,” kata Juma.
Temuan kebun sawit tersebut tercantum dalam laporan Pantau Gambut yang berjudul
Swanelangsa Pangan di Lumbung Nasional Laporan ini menyoroti kegagalan program food estate yang mencakup lahan seluas 16.643,6 hektare. Pantau Gambut memantau 30 titik di proyek ini yang tersebar di 19 desa dalam 5 kecamatan di Kabupaten Kapuas serta 1 kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau.
Dari hasil pemantauan di 30 titik tersebut, 12 titik masih berupa semak belukar dan belum dibuka. Sebanyak 18 titik sudah dibuka, namun 15 di antaranya dibiarkan terbengkalai dengan luas total 4.159,62 hektare. Di tiga titik yang terbuka, ditemukan area perkebunan sawit seluas 274,67 hektare.
Lebih memprihatinkan, lapisan gambut di beberapa titik telah menghilang meski sebelumnya memiliki kedalaman lebih dari 20 cm, menandakan kerusakan lingkungan yang cukup parah. Dari 30 titik sampel, hanya 5 yang masih memiliki lapisan gambut dengan ketebalan sekitar 5 cm. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa sebagian besar lahan ini didominasi oleh tanah mineral dengan tingkat keasaman tinggi, yang tidak ideal untuk pertanian.
Perkebunan sawit PT WUL teridentifikasi di Desa Tajepan dan Palingkau Asri, Kecamatan Kapuas Murung, serta di Desa Penda Katapi di Kecamatan Kapuas Barat, yang berbatasan dengan area food estate. Aktivitas sawit di area ini diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. 24 Tahun 2020 tentang Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP), yang menyebutkan bahwa perusahaan dengan izin HGU hanya diperbolehkan beroperasi di Area Penggunaan Lain (APL).
Masalah ini mengundang pertanyaan tentang pengawasan dan keberlanjutan program food estate di Indonesia. Dengan adanya peraturan yang melarang penggunaan lahan ketahanan pangan untuk perkebunan, mengapa kebun sawit masih bisa beroperasi di kawasan ini? Pantau Gambut mendesak adanya evaluasi menyeluruh agar lahan food estate ini tidak terus berubah fungsi dan ketahanan pangan nasional tidak semakin terancam.