Syarat Gaji Beli Rumah Subsidi Naik: Lajang Maksimal Rp12 Juta, Menikah Rp14 Juta

kaltengpedia.com – Pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) kembali mengubah syarat penghasilan maksimal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin mengakses program rumah subsidi. Kini, batas gaji untuk membeli rumah subsidi dinaikkan menjadi Rp12 juta bagi lajang, dan Rp14 juta bagi yang sudah menikah, khususnya untuk wilayah Jabodetabek.

Hal ini diumumkan langsung oleh Menteri PKP Maruarar Sirait usai rapat internal bersama Badan Pusat Statistik (BPS) di Kantor Kementerian PKP, Kamis (10/4/2025).

“Saya hormati Kepala BPS dalam rapat kabinet itu. Dari data yang dikeluarkan BPS, kita sepakati untuk Jabodetabek: kalau dia single Rp12 juta, kalau sudah nikah Rp14 juta. Sepakat ya, ini berubah lagi dari kemarin, tapi bagus. Ini kabar baik, artinya makin banyak yang bisa dapat manfaat,” ujar Maruarar Sirait atau yang akrab disapa Ara.

Meskipun sudah diumumkan secara terbuka, regulasi resmi mengenai perubahan batas penghasilan ini masih dalam tahap finalisasi. Ara menyebut bahwa aturan hukum yang mengatur perubahan ini akan segera dirilis dalam waktu dekat.

Perubahan ini merupakan hasil kajian bersama dengan Badan Pusat Statistik, yang merekomendasikan penyesuaian batas penghasilan berdasarkan data ekonomi terbaru.

Sekretaris Jenderal Kementerian PKP, Didyk Choiroel, menjelaskan bahwa regulasi resmi akan dikeluarkan paling lambat pada 21 April 2025.

“Batas penghasilan MBR membutuhkan keputusan Menteri PKP karena sebelumnya berada di bawah kewenangan Menteri PUPR. Saat ini sedang dibahas bersama BPS dan mempertimbangkan berbagai kajian,” ujar Didyk.

Sebagai catatan, batas penghasilan maksimal untuk pembeli rumah subsidi terakhir kali diatur melalui Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020, yakni Rp7 juta untuk lajang dan Rp8 juta untuk pasangan menikah.

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa batasan terbaru ini disesuaikan dengan desil 8 penghasilan masyarakat di masing-masing provinsi. Artinya, hanya masyarakat dengan penghasilan berada dalam 80% terbawah dari distribusi pendapatan nasional yang bisa mengakses subsidi ini.

“Tim kami sedang membangun mekanisme rekonsiliasi data. BPS saat ini sudah memiliki data ekonomi nasional yang tunggal dan akan menjadi referensi untuk seluruh program bantuan pemerintah,” jelas Amalia.

Dengan perubahan ini, diharapkan jangkauan program rumah subsidi bisa menjangkau lebih banyak masyarakat kelas menengah bawah, terutama di kawasan perkotaan seperti Jabodetabek, di mana biaya hidup dan harga properti jauh lebih tinggi dibanding daerah lain.

Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa implementasi kebijakan ini harus tetap tepat sasaran dan berbasis data yang akurat. Ara pun memastikan bahwa pengawasan akan dilakukan secara ketat agar rumah subsidi tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak.

Pos terkait