kaltengpedia.com – Mi instan sudah menjadi salah satu makanan favorit masyarakat Indonesia. Rasanya gurih, praktis dimasak, dan harganya ramah di kantong. Tak heran, banyak orang menjadikannya pilihan ketika lapar tengah malam, sibuk bekerja, atau sekadar mencari comfort food.
Namun, di balik kepraktisannya, mi instan ternyata menyimpan sejumlah risiko bila dikonsumsi terlalu sering. Beberapa penelitian bahkan menemukan bahwa konsumsi rutin mi instan dapat meningkatkan risiko obesitas, hipertensi, hingga sindrom metabolik.
Melansir Healthshots, berikut tujuh alasan mengapa mi instan sebaiknya tidak menjadi menu harian:
-
Minim Kandungan Gizi
Mi instan kaya kalori dari karbohidrat dan lemak, tetapi miskin vitamin, mineral, protein, dan serat. -
Mengandung MSG
MSG memang memperkuat rasa gurih, tetapi konsumsi berlebihan bisa menimbulkan sakit kepala, mual, hingga berisiko menaikkan tekanan darah. -
Tinggi Natrium
Satu bungkus mi instan bisa memenuhi lebih dari separuh kebutuhan natrium harian. Natrium berlebih berhubungan dengan tekanan darah tinggi, jantung, dan stroke. -
Terbuat dari Tepung Putih
Tepung terigu olahan rendah serat dapat memengaruhi kadar gula darah, terutama bagi penderita diabetes. -
Berisiko Menyebabkan Sindrom Metabolik
Konsumsi rutin mi instan terbukti berkorelasi dengan meningkatnya risiko diabetes, kolesterol tinggi, dan hipertensi. -
Tinggi Lemak Jahat
Proses penggorengan dengan minyak sawit membuat mi instan kaya lemak jenuh dan trans yang berpotensi memicu penyakit jantung. -
Mengandung Bahan Pengawet
Bahan pengawet seperti TBHQ atau BHA aman dalam jumlah kecil, tetapi konsumsi jangka panjang dikaitkan dengan kerusakan hati, saraf, hingga kanker.
Kesimpulannya, mi instan sah-sah saja dinikmati sesekali. Tetapi untuk menjaga kesehatan, sebaiknya tidak menjadikannya menu harian. Agar lebih seimbang, kombinasikan dengan sayuran, protein, dan pola makan bergizi lainnya.