Komdigi Tegaskan UU PDP Tak Batasi Kerja Jurnalis, Akademisi, dan Seniman

Dok : Antara

kaltengpedia.com – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyebut larangan pengungkapan data pribadi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) tidak membatasi kerja jurnalis, akademisi, maupun pegiat seni.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi Alexander Sabar dalam sidang lanjutan uji materi Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2) UU PDP di Mahkamah Konstitusi, Selasa, mengatakan kedua pasal itu harus dibaca secara utuh dan menyeluruh.

“Ketentuan a quo (tersebut) harus dibaca utuh atau holistik dengan norma lainnya dalam Undang-Undang PDP, termasuk dasar pemrosesan atau legal basis dan prinsip-prinsip pemrosesan dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait,” kata Alezander.

Dia menjelaskan Pasal 15 UU PDP sejatinya telah mengatur pengecualian hak-hak subjek data pribadi, yaitu untuk pertahanan nasional, penegakan hukum, kepentingan umum, pengawasan keuangan, atau penelitian ilmiah.

Menurut Alexander, meski Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2) UU PDP tidak mencantumkan pengecualian lain secara eksplisit, hal demikian tidak berarti tak ada pelindungan bagi kerja-kerja jurnalistik, akademis, dan kesenian.

Sidang lanjutan dengan agenda mendengar keterangan keterangan DPR dan Presiden itu, salah satunya, digelar untuk Perkara Nomor 135/PUU-XXIII/2025 yang dimohonkan oleh Koalisi Masyarakat sipil Kebebasan Informasi dan Data Pribadi (SIKAP).

Koalisi tersebut terdiri atas Dekan Fakultas Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Prof. Masduki, pembuat karikatur Amry Al Mursalaat, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, dan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet).

Para pemohon mempersoalkan norma Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2) UU PDP karena dianggap menghambat kerja jurnalis, akademisi, hingga pegiat seni.

Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang PDP berbunyi “Setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya“, sementara Pasal 67 ayat (2) mengatur ketentuan pidananya.

Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar Pasal 65 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.

Namun, Komdigi mematahkan dalil para pemohon. “Norma Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2) UU PDP tidak dimaksudkan untuk menutup ruang bagi masyarakat, jurnalis, akademisi, maupun pegiat seni dalam menjalankan peran, fungsi, atau tugasnya,” kata Alexander.

Menurut dia, kedua pasal yang diuji justru hadir untuk memastikan setiap pengungkapan data pribadi dilakukan sesuai hukum, termasuk memiliki dasar pemrosesan yang sah dan memenuhi prinsip pelindungan data pribadi.

“Keberadaan ketentuan pidana dalam Pasal 67 ayat (2) UU PDP justru merupakan instrumen untuk menegakkan akuntabilitas pemrosesan data pribadi, bukan untuk membatasi kebebasan berekspresi atau hak atas informasi publik,” katanya menekankan.

Pos terkait