kaltengpedia.com – Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) 2024 memunculkan berbagai dinamika politik yang signifikan. Salah satu momen paling menonjol adalah mundurnya pasangan Nadalsyah (Koyem) dan Supian Hadi (SHD) dari klaim kemenangan setelah hasil resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalteng menunjukkan keunggulan pasangan Agustiar Sabran–Edy Pratowo.
Pasangan Agustiar Sabran–Edy Pratowo unggul di delapan dari 13 kabupaten dan satu kota di Kalteng, dengan perolehan suara 484.754. Nadalsyah–Supian Hadi yang meraih 468.925 suara hanya unggul di lima daerah. Selisih 15.829 suara ini menjadi bukti bahwa dominasi Agustiar–Edy sangat signifikan, terutama di wilayah-wilayah dengan jumlah pemilih yang besar seperti Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, dan Kota Palangka Raya.
Meski awalnya mengklaim kemenangan berdasarkan hasil quick count internal, pasangan Koyem–SHD akhirnya mengakui kekalahan setelah realitas rekapitulasi suara resmi KPU menunjukkan fakta berbeda. Klaim kehilangan 19.000 suara yang diajukan oleh tim mereka kini menuai kritik tajam, terutama karena tidak disertai bukti konkret yang dapat dipertanggungjawabkan.
Secara aturan, pasangan calon yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, dengan selisih suara yang mencapai 15.829 dan dominasi Agustiar–Edy di delapan kabupaten, gugatan ini dinilai sulit.
Menurut catatan Litbang Kaltengpedia, tantangan utama bagi tim Koyem–SHD di MK adalah membuktikan dugaan pelanggaran yang signifikan dan terstruktur. Tim Koyem harus mampu menghadirkan bukti konkret bahwa 19.000 suara yang mereka klaim hilang benar-benar terjadi akibat kecurangan. Jika bukti ini tidak kuat, gugatan justru akan menjadi bumerang.
“Dominasi Agustiar–Edy di delapan kabupaten membuat peluang gugatan sulit. MK akan lebih memperhatikan bukti pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif, bukan sekadar perbedaan hasil rekapitulasi,” catatan dari Litbang Kaltengpedia.
Tidak hanya Pilgub Kalteng, pertarungan di Pilkada Barito Utara juga menyisakan polemik. Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 1, Purman Jaya (Haji Gogo) dan Hendro Nakalelo, mendeklarasikan kemenangan dengan selisih hanya 8 suara dari pasangan Akhmad Gunadi Nadalsyah dan Sastra Jaya.
Meski selisih suara sangat tipis, Litbang Kaltengpedia menilai peluang gugatan Akhmad Gunadi ke MK tetap sulit. Mahkamah Konstitusi akan mempertimbangkan:
- Bukti Pelanggaran yang Konkret: Selisih suara yang tipis bukanlah dasar kuat untuk membatalkan hasil pemilu tanpa bukti pelanggaran yang signifikan.
- Validitas dan Sampel Data: Gugatan harus didukung oleh data yang valid dan relevan, termasuk bukti manipulasi atau kesalahan penghitungan.
Pengamat hukum pemilu menyatakan bahwa MK cenderung tidak akan mengabulkan gugatan tanpa bukti yang substansial. “Meskipun selisih suara hanya delapan, tanpa bukti kuat atas pelanggaran, sulit bagi Akhmad Gunadi untuk memenangkan gugatan,” ujar pengamat tersebut mengutip dari halaman Mahkamah Konstitusi.
Kekalahan Koyem–SHD di Pilgub dan tantangan berat Akhmad Gunadi di Pilkada Barito Utara menunjukkan perlunya strategi politik yang lebih matang. Klaim kemenangan yang terburu-buru tanpa data akurat dan langkah hukum yang tidak didukung bukti kuat hanya akan merusak kredibilitas tim kampanye.
Dalam konteks ini, pasangan Agustiar Sabran–Edy Pratowo menjadi contoh keberhasilan strategi politik yang terencana, didukung dengan penguasaan suara di wilayah kunci. Sementara itu, pasangan Koyem–SHD dan Akhmad Gunadi harus mengambil pelajaran dari kekalahan ini jika ingin tetap relevan dalam dinamika politik Kalteng di masa mendatang.