kaltengpedia.com – Konflik agraria di Indonesia, termasuk di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), tetap menjadi isu krusial yang memerlukan penanganan serius. Berbagai faktor seperti ketimpangan penguasaan lahan, ketidakjelasan status tanah, dan tumpang tindih perizinan seringkali menjadi pemicu utama konflik tersebut.
Pemerintah Provinsi Kalteng telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mencegah dan menangani konflik pertanahan. Pada Februari 2023, Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng, H. Nuryakin, membuka Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan yang menekankan pentingnya koordinasi antara instansi pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dalam menyelesaikan kasus pertanahan.
Selain itu, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan) Provinsi Kalteng aktif dalam upaya reforma agraria. Pada Agustus 2024, Disperkimtan mengikuti Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Reforma Agraria dengan tema “Percepatan Reforma Agraria Melalui Mamangun Mahaga Lewu Seia Sekata” yang bertujuan menciptakan sinergi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).
Gubernur Kalteng juga menekankan pentingnya kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk menyukseskan GTRA. Dalam Rapat Koordinasi GTRA tahun 2022, disampaikan bahwa sinergi yang baik antara lembaga dan instansi terkait dapat mempercepat penyelesaian permasalahan pertanahan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa penyelesaian konflik agraria memerlukan koordinasi lintas sektor. Harmonisasi peraturan dan penertiban administrasi di tingkat desa maupun kecamatan menjadi langkah penting dalam mencegah dan menangani sengketa pertanahan.
Peran dinas terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalteng juga krusial dalam penanganan konflik agraria. Dinas PUPR bertanggung jawab dalam penataan ruang dan pengelolaan infrastruktur yang berkelanjutan, sehingga koordinasi dengan dinas lain seperti Disperkimtan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi penting untuk memastikan bahwa kebijakan pembangunan tidak memicu konflik lahan.
Upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, dinas terkait, dan masyarakat, diharapkan dapat mengurangi potensi konflik agraria dan mendorong pembangunan yang adil serta berkelanjutan di Kalimantan Tengah.