kaltengpedia.com – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Kalimantan Tengah, muncul berbagai pertanyaan mengenai penggunaan fasilitas negara oleh pejabat publik atau Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk kegiatan politik. Fasilitas negara, yang dibiayai oleh anggaran negara, sejatinya digunakan untuk kepentingan pelayanan publik. Namun, kerap kali timbul perdebatan mengenai apakah fasilitas tersebut bisa dipergunakan dalam aktivitas politik, seperti kampanye atau deklarasi dukungan calon.
1. Larangan Penggunaan Fasilitas Negara dalam Kegiatan Politik
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik, terutama dalam rangka kampanye atau mendukung pasangan calon tertentu, dilarang secara tegas. Larangan ini diatur dalam berbagai regulasi, seperti:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang melarang penyalahgunaan fasilitas negara oleh pejabat publik atau ASN untuk kegiatan kampanye.
- Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil juga mempertegas bahwa ASN harus bersikap netral dan dilarang menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik.
Kegiatan politik yang dimaksud termasuk kegiatan kampanye, penyebaran atribut pasangan calon, hingga penggunaan fasilitas seperti kendaraan dinas, gedung pemerintah, dan alat-alat negara lainnya dalam acara politik.
2. Jenis Fasilitas Negara yang Tidak Boleh Digunakan
Fasilitas negara yang dilarang untuk digunakan dalam kegiatan politik antara lain:
- Kendaraan dinas: Kendaraan yang diberikan kepada pejabat atau ASN untuk keperluan operasional pemerintahan tidak boleh digunakan untuk aktivitas politik seperti menghadiri kampanye atau mengangkut logistik kampanye.
- Gedung dan kantor pemerintahan: Kantor atau gedung milik pemerintah tidak boleh digunakan sebagai tempat deklarasi atau rapat kampanye pasangan calon. Gedung pemerintahan hanya boleh dipakai untuk aktivitas resmi terkait pelayanan publik.
- Aset negara lainnya: Berbagai aset yang dikelola oleh negara seperti peralatan kantor, fasilitas komunikasi, dan ruang pertemuan juga tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan politik.
Penggunaan fasilitas tersebut di luar konteks pelayanan publik dan dalam rangka mendukung calon dalam Pilkada, baik secara langsung maupun tidak langsung, merupakan pelanggaran hukum.
3. Sanksi bagi Pejabat atau ASN yang Menyalahgunakan Fasilitas Negara
Bagi pejabat atau ASN yang terbukti menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik, sanksi tegas dapat diberikan. Beberapa bentuk sanksi tersebut antara lain:
- Sanksi administratif: Bagi ASN yang melanggar, sanksi berupa teguran, penurunan pangkat, hingga pemecatan dapat dijatuhkan berdasarkan peraturan yang berlaku.
- Sanksi pidana: Dalam kasus yang lebih serius, pejabat yang menyalahgunakan fasilitas negara untuk politik dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan, terutama dalam kasus yang terkait dengan penyalahgunaan wewenang.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi ASN (KASN) memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar ketentuan ini.
4. Pemisahan antara Tugas Pemerintahan dan Kegiatan Politik
Dalam menjaga integritas birokrasi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah, sangat penting bagi pejabat publik, termasuk ASN, untuk memisahkan tugas-tugas pemerintahan dari kegiatan politik. Pejabat yang sedang menjabat dan juga ikut serta dalam kontestasi politik, misalnya kepala daerah petahana, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga agar fasilitas negara tidak digunakan dalam kampanye.
Untuk pejabat publik yang ikut serta dalam Pilkada, peraturan mewajibkan mereka untuk mengambil cuti kampanye dan selama masa kampanye tersebut, mereka tidak boleh menggunakan fasilitas negara yang melekat pada jabatannya, seperti kendaraan dinas dan fasilitas lainnya.
5. Imbauan untuk Pejabat dan ASN
Demi menjaga kualitas demokrasi yang bersih dan adil, pejabat publik serta ASN diimbau untuk selalu menjaga netralitasnya dan tidak memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan politik. Keterlibatan dalam politik praktis, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat merusak citra birokrasi dan memengaruhi profesionalisme dalam melayani masyarakat.
Publik juga diharapkan untuk aktif melaporkan kepada Bawaslu atau pihak terkait jika menemukan indikasi penyalahgunaan fasilitas negara dalam kegiatan politik. Pengawasan dari masyarakat merupakan elemen penting dalam menjaga netralitas ASN dan pejabat publik selama proses Pilkada.
6. Kesimpulan
Penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik dilarang secara tegas dalam hukum Indonesia. ASN dan pejabat publik wajib menjaga netralitas dan tidak memanfaatkan aset negara untuk mendukung calon tertentu dalam Pilkada. Pengawasan yang ketat dan penerapan sanksi yang tegas perlu dilakukan untuk memastikan bahwa proses Pilkada berlangsung secara adil dan sesuai dengan prinsip demokrasi.