kaltengpedia.com, SAMPIT – Kematian Winda (21) Mahasiswi Kedokteran salah satu universitas di Surabaya, Sabtu (23/12/2023) malam akhirnya terungkap.
Polres Kotawaringin Timur (Kotim) membeberkan kronologis tewasnya Winda, pada 17 Agustus 2023 . Diketahui Winda pada malam kejadian sempat bertemu dengan R (21) salah satu tersangka pembunuhan Winda.
Saat R mengantar korban pulang, Winda sudah tak sadarkan diri diduga karena pengaruh minuman yang diberikan R pada korban. Setelah dibaringkan di kamarnya Ibu Winda panik mendapati anaknya kejang-kejang.
Ayah korban, Erwin (53) mengatakan sempat memastikan kepada R apa yang mereka minum malam itu. Namun, R mengaku mereka hanya meminum wine atau anggur sehingga keluarga tak sadar Winda dalam kondisi yang membahayakan nyawanya.
“Kalau malam itu Kami tahu yang diminum bukan wine, mungkin akan lebih cepat menanganinya,” jelas Erwin.
Winda meninggal dunia setelah sempat dibawa ke rumah sakit Dr Murjani Sampit, saat itu pihak rumah sakit mengatakan Winda meninggal dengan cara tak wajar dan menyarankan agar dilakukan otopsi.
“Pihak rumah sakit mengatakan tidak mungkin anak Saya meninggal karena meminum wine,” ujar Erwin.
Awalnya keluarga menolak namun setelah mengetahui R berbohong tentang minuman yang diminum korban akhirnya keluarga sepakat agar korban di otopsi.
18 Agustus 2023 korban di bawa ke rumah sakit dr Doris Sylvanus untuk dilakukan otopsi.
Setelah mendapat hasil otopsi beberapa hari kemudian Polres Kotim menjemput R dan A di Surabaya dan tiba di Bandara H Asan Sampit Sabtu (23/12/2023) siang.
Keduanya dibawa ke Mapolres Kotim untuk diperiksa sebagai saksi kunci hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
Keluarga baru mengetahui R berbohong usai adik Winda mendapat pesan whatsapp dari rekan Winda di Jakarta kemudian memberitahukannya kepada keluarga.
“Kami mendapat informasi dari anak kedua saya, sambil menangis dia menelepon dan mengatakan tidak terima kakaknya diperlakukan seperti itu,” tutur Erwin.
Ternyata Winda sempat mengirim foto minuman yang diminumnya malam itu kepada rekannya tersebut.
Terungkap penyebab Winda kejang-kejang dan akhirnya meninggal karena dirinya menengakk minuman keras alias miras yang di oplos oleh A (50).
R menawarkan Winda minuman yang di racik oleh A meski A tidak punya keahlian yang cukup untuk meracik minuman berfermentasi.
R yang merupakan mahasiswa Teknik Kimia di salah satu Universitas di Surabaya itu mengatakan pada Winda minuman tersebut racikan dosennya.
R berbohong, A bukanlah dosen melainkan penjaga laboratorium (lab) atau laboran di kampusnya, A membuat minuman tersebut hanya berdasarkan buku panduan yang ada di lab.
Laboran adalah petugas yang menyiapkan alat praktikum mahasiswa, setelah selesai hasil dan bekas praktikum tersebut dibuang.
A yang seorang laboran sudah pasti tak punya kapabilitas untuk meracik minuman fermentasi apalagi untuk dikonsumsi.
A melakukan praktik meracik minuman juga tanpa sepengetahuan pihak kampus tempatnya bekerja.
Kapolres Kotim, AKBP Sarpani mengungkapkan A melakukan praktik meracik minuman sejak tiga atau empat bulan sebelum kejadian yang menimpa Winda.
“A meracik minuman tanpa di dampingi ahli, tanpa memiliki sertifikasi hanya belajar otodidak dari buku panduan,” ungkap Sarpani.
Minuman yang diracik A disimpan di tempat yang tidak steril lalu ditawarkan kepada beberapa orang untuk dicicipi.
“Untuk saudara R ditawarkan dalam kemasan botol,” kata Sarpani.
Diduga minuman yang dibawa R ke Sampit dari Surabaya dalam kemasan botol sudah mengandung zat berbahaya yaitu metanol kemudian ditawarkan kepada Winda.
“Korban yang mencicipi kemudian mengalami pingsan, kejang-kejang, dan akhirnya meninggal,” beber Sarpani.
Kasatreskrim Polres Kotim, AKP Besrom Purba mengungkapkan R yang merupakan mahasiswa semester empat melakukan praktikum di lab tempat A meracik minuman.
“Dari situlah R mengenal A dan mengetahui A sering meracik minuman yang ditawarkan ke mahasiswa,” ujar Purba.
Purba mengatakan rasa penasaran korban cukup tinggi dan menegaskan korban bukan seorang peminum.
Korban yang penasaran setelah diberitahu oleh R tentang minuman yang diracik oleh A dan tertarik untuk mencicipnya.
Kedua pria itu menjadi tersangka dengan alasan yang berbeda.
A ditetapkan sebagai tersangka karena meracik minuman fermentasi tanpa dibekali sertifikasi atau ilmu tentang zat kimia.
Sementara R lalai karena telah mengetahui kondisi korban yang tak biasa harusnya memberi tahu keluarga atau rumah sakit namun R tidak melakukan itu.
Berdasarkan keterangan dari profesor Suryadi saksi yang kami periksa apabila metanol yang dikonsumsi dalam kadar tertentu ditangani dengan cepat maka korban masih bisa tertolong,” tutup Purba. (eko)