kaltengpedia.com – Jika hari-hari ini, atau saat masa kampanye kita berjalan-jalan, kita akan melihat berbagai alat peraga kampanye, seperti bendera, baliho, spanduk, dan videotron, memenuhi ruang di tepi-tepi jalan di wilayah Kalimantan Tengah.
Di sana terpampang jelas berbagai foto wajah para Calon Gubernur (cagub) dan Calon Wakil Gubernur (cawagub) Kalimantan Tengah yang dibuat tampil menarik disertai tulisan janji-janji manis. Kalimatnya sangat indah seperti pelangi yang sedap dipandang mata.
Jika kewarasan kita tidak terkendali, kita bisa terbuai janji-janji itu. Maka, waspadalah dan jangan terkecoh oleh janji.
Janji-janji Calon Gubernur (cagub) dan Calon Wakil Gubernur (cawagub) Kalimantan Tengah. Sama dahsyatnya dan mencoba menyeruak ke dalam otak serta nalar masyarakat.
Janji tinggal janji, jika tidak dipenuhi tidak ada penalti. Siapa yang akan memberikan sanksi jika pejabat yang sudah dipilih ternyata ingkar janji. Bagaimana realisasi janji-janji yang pernah diucapkan, akankah diwujudkan. Adakah regulasi yang akan dipakai untuk memberhentikan masa jabatan mereka yang terbukti ingkar janji? Nah, ketiadaan aturan hukuman pengingkaran janji pada saat kampanye itu yang membuat para calon pemimpin di lembaga legislatif dan eksekutif dengan enteng gemar mengumbar janji.
Marilah kita semakin waspada dan bijak dalam menentukan pilihan saat pilkada nanti. Jangan sampai kita digiring ke arah pembodohan yang kontraproduktif. Berbagai macam bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan pemberian-pemberian cuma-cuma bukan obat yang menyembuhkan, melainkan dapat menjadi candu yang akan membuat masyarakat semakin ketagihan.
Kata hilirisasi saat ini menjadi jargon pembangunan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hasil eksplorasi berbagai sumber daya alam Indonesia harus dihilirkan untuk menghasilkan nilai tambah ekonomi berlipat ganda, yang harapan utamanya adalah agar mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Hilirisasi yang hanya berorientasi pada hasil materi, yang tidak diimbangi dengan pelestarian alam dan lingkungan, bisa dipastikan bakal menyisakan residu persoalan besar jangka panjang bagi rakyat, bangsa, dan negara ini.
Pada sisi lain, kata hilirisasi sangat relevan diketengahkan apabila dikaitkan dengan kondisi saat ini, yakni dengan merosotnya etika dan moral segelintir pemimpin yang demi ambisi kekuasaan, apa pun dilakukan.
Publik sudah semakin paham dan tahu betapa etika dan moral telah jauh ditinggalkan, hanya menjadi pemanis bibir, lip service.
Kata hilirisasi akan kehilangan makna apabila semua keberhasilan pembangunan fisik tak diimbangi dengan sikap dan perilaku elok para pemimpin yang bersumber pada kemuliaan etika dan moral.
Banyak contoh sudah dipertontonkan di depan mata rakyat, perilaku dan sepak terjang sekelompok orang yang menafikan serta menegasikan etika dan moral di dalam berpolitik, berbangsa, dan bernegara.
Kita terlalu latah menggaungkan kata hilirisasi yang hanya berorientasi pada aspek fisik, tetapi telah lupa, atau pura-pura lupa, bahwasanya hilirisasi etika dan moral pun tak kalah pentingnya guna senantiasa menjaga martabat bangsa dan negara ini.
Pemimpin harus memberikan contoh dan teladan kepada rakyatnya, bahwa etika dan moral pun menjadi bagian yang sangat penting bagi proses pembangunan bangsa ini.