Pilkada Kembali Dipilih DPRD: Mundurnya Demokrasi dan Ancaman Bagi Reformasi

kaltengpedia.com – Wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali mencuat di tengah dinamika politik nasional. Usulan ini dipandang sebagai langkah mundur yang berpotensi mengancam capaian demokrasi yang telah diraih selama era reformasi, sekaligus menghidupkan kembali bayang-bayang otoritarianisme era Orde Baru.

Pemilihan langsung kepala daerah yang diterapkan sejak era reformasi memberikan ruang bagi rakyat untuk menentukan pemimpin terbaik mereka secara demokratis. Sistem ini menjadi simbol kedaulatan rakyat dan wujud nyata dari prinsip “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.”

Namun, jika Pilkada dikembalikan ke DPRD, kedaulatan rakyat terancam dirampas. Proses politik akan bergeser dari partisipasi langsung masyarakat menjadi transaksi politik di ruang-ruang tertutup, yang rawan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Demokrasi yang diperjuangkan melalui reformasi bisa tergerus, kembali ke pola politik era Orde Baru yang penuh kontrol kekuasaan dan minim transparansi.

Bacaan Lainnya

Reformasi 1998 menandai titik balik dalam sejarah politik Indonesia dengan tujuan memutus siklus otoritarianisme dan membuka ruang demokrasi yang lebih luas. Pemilihan langsung menjadi salah satu hasil terbesar dari perjuangan tersebut.

Mengembalikan Pilkada ke DPRD bukan sekadar perubahan teknis, melainkan sebuah pengkhianatan terhadap semangat reformasi yang menjunjung tinggi keterlibatan rakyat dalam menentukan pemimpin mereka. Kebijakan ini hanya akan memperkuat dominasi partai politik dan memperlemah kontrol rakyat terhadap pengelolaan pemerintahan daerah.

Demokrasi memang tidak luput dari berbagai tantangan, seperti politik uang, manipulasi suara, dan konflik kepentingan. Namun, solusi terbaik bukanlah menghapus Pilkada langsung, melainkan memperbaiki sistem yang ada dengan memperkuat regulasi, meningkatkan pengawasan, dan memberdayakan lembaga pemilu yang independen.

Reformasi harus terus diperjuangkan agar demokrasi semakin matang dan berkualitas. Membiarkan Pilkada kembali ke DPRD hanya akan membuka jalan bagi praktik-praktik politik transaksional yang merugikan rakyat dan menghambat pembangunan daerah.

Wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui DPRD adalah sebuah kemunduran yang nyata bagi demokrasi Indonesia. Ini bukan sekadar isu politik, melainkan ancaman serius terhadap semangat reformasi yang telah diperjuangkan dengan pengorbanan besar.

Demokrasi harus terus diperbaiki dan disempurnakan, bukan dikembalikan ke masa lalu yang kelam. Rakyat Indonesia berhak mempertahankan kedaulatan mereka dalam memilih pemimpin secara langsung dan terbuka, demi masa depan yang lebih adil, transparan, dan demokratis.

 

Pos terkait