kaltengpedia.com – Kasus dugaan perselingkuhan dan perzinahan yang melibatkan anggota DPD RI asal Kalimantan Tengah, SA, dengan sopir pribadinya yang juga prajurit aktif TNI AD, Pratu SRR, akhirnya menemui titik terang. Penyidik Polisi Militer Kodam Jaya (POMDAM Jaya) resmi menetapkan Pratu SRR sebagai tersangka dan menahannya atas kasus tersebut.
Suami SA, PSA, menilai positif langkah tegas yang diambil oleh POMDAM Jaya dalam menindaklanjuti laporan yang telah ia ajukan sebelumnya. Menurutnya, keputusan ini membuktikan bahwa institusi militer tidak pandang bulu dalam menindak prajurit yang melanggar aturan, khususnya dalam kasus asusila.
“Penetapan tersangka dan penahanan sopir TNI selingkuhan SA, yang juga Wakil Ketua BK DPD RI, tentu bukan hal yang mengagetkan karena bukti-bukti yang ada sudah lebih dari cukup,” ujar PSA kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).
Meski mengapresiasi kerja profesional penyidik POMDAM Jaya, PSA tetap menunggu keputusan dari Badan Kehormatan (BK) DPD RI terkait status SA. Ia menekankan pentingnya pengawalan terhadap proses etik di BK DPD RI agar keputusan yang diambil selaras dengan fakta hukum yang ada.
“Sangat aneh jika yang bersangkutan (SA) tidak menjadi tersangka. Kita juga harus mengawal BK DPD RI agar mereka membuat satu putusan yang linear dengan bukti-bukti. Sesuai dengan Pasal 20 huruf a dan b tentang pelanggaran tata tertib dan kode etik DPD RI, sudah seharusnya SA diberhentikan dari jabatannya sebagai anggota DPD RI sebagai konsekuensi dari perbuatan tercela yang dilakukannya,” tegas PSA.
Dampak Kasus Perselingkuhan Ini
Kasus ini tidak hanya mencoreng citra institusi DPD RI, tetapi juga memicu pertanyaan publik mengenai sanksi yang akan diberikan kepada SA. Jika terbukti bersalah, SA berpotensi diberhentikan dari jabatannya sebagai senator sesuai dengan aturan internal DPD RI yang melarang perbuatan asusila dan perzinahan bagi anggotanya.
Selain itu, implikasi dari kasus ini juga dapat memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif. Publik akan menilai bagaimana BK DPD RI menangani pelanggaran etika yang dilakukan anggotanya. Jika SA tidak mendapatkan sanksi yang setimpal, hal ini bisa menjadi preseden buruk dalam penegakan kode etik di DPD RI.
Di sisi lain, bagi Pratu SRR yang telah ditahan, konsekuensinya bisa lebih berat. Sebagai prajurit aktif TNI AD, ia berpotensi menghadapi pemecatan dari dinas militer serta sanksi hukum lainnya sesuai dengan aturan yang berlaku dalam institusi TNI.
Kini, perhatian publik tertuju pada langkah selanjutnya yang akan diambil oleh BK DPD RI. Apakah SA akan diberhentikan sebagai anggota DPD RI? Ataukah ada keputusan lain yang akan diambil oleh lembaga tersebut? Semua masih menunggu perkembangan lebih lanjut.