Skandal Gratifikasi Rp12 Miliar di Kasus Korupsi PUPR Kalsel Bakal Dibongkar di Persidangan

kaltengpedia.com – Skandal gratifikasi senilai Rp12 miliar yang melibatkan eks pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan akan mulai dibongkar dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Kamis 17 April 2025 mendatang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Meyer Volmar Simanjuntak, memastikan akan menghadirkan sederet saksi penting untuk mengungkap aliran uang gratifikasi dalam kasus ini. “Intinya minggu depan dan ke depannya lebih banyak yang berkaitan dengan gratifikasi,” ujar Meyer usai sidang pemeriksaan saksi pada Kamis (10/4).

Menurutnya, KPK telah menyiapkan empat hingga lima saksi untuk sidang mendatang. “Saksi untuk gratifikasi lumayan banyak. Di antaranya ada Aris Anova dan Siti Nur Halimah. Nanti kami akan cocokkan siapa yang lebih dulu dihadirkan,” katanya.

Bacaan Lainnya

Pada persidangan sebelumnya, Jaksa menghadirkan empat saksi kunci terkait kasus suap yang melibatkan empat terdakwa: mantan Kadis PUPR Kalsel Ahmad Solhan, mantan Kabid Cipta Karya Yulianti Erlynah, mantan Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrian, dan pengurus rumah tahfiz di Martapura, Ahmad.

Dua dari saksi tersebut, Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto, yang telah berstatus terpidana, mengaku telah memberikan uang suap sebesar Rp1 miliar kepada jajaran Dinas PUPR. “Intinya Sugeng dan Andi sudah mengakui pemberian suap tersebut dalam sidang tadi,” ungkap Meyer.

Namun, skandal ini tak berhenti pada suap Rp1 miliar. Jaksa juga mendakwa Ahmad Solhan menerima gratifikasi sebesar Rp12,4 miliar dari berbagai kontraktor. Nilai terbesar disebut berasal dari PT Asri Karya Lestari yang menyetor hingga Rp10 miliar, yang disebutkan terjadi di Jakarta.

Solhan dijerat dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 KUHP. Sementara tiga terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Skandal korupsi yang melibatkan pejabat Dinas PUPR Kalsel menunjukkan bahwa pengawasan internal di instansi strategis ini masih sangat lemah. Dengan anggaran pembangunan infrastruktur yang besar setiap tahunnya, PUPR menjadi salah satu institusi paling rawan penyalahgunaan wewenang.

Lembaga antirasuah diharapkan tidak hanya berhenti pada penindakan, tetapi juga mendorong reformasi sistem pengadaan dan penyaluran proyek di sektor pekerjaan umum. Pemerintah daerah perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem kontrol dan transparansi proyek, serta memperkuat peran inspektorat daerah sebagai garda pengawasan awal.

Kasus ini juga menjadi alarm keras bagi Kementerian PUPR dan seluruh Dinas PUPR di daerah untuk lebih ketat dalam pengawasan internal, serta tidak segan melakukan rotasi jabatan secara berkala untuk mencegah praktik koruptif yang sistematis.

Pos terkait