kaltengpedia.com – Kabar mengejutkan datang dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Seruyan. Dana fantastis senilai Rp 1,9 miliar yang seharusnya digunakan untuk mendukung kegiatan pengawasan Pemilu diduga diselewengkan oleh salah satu staf Bawaslu Seruyan untuk keperluan pribadi, yakni judi daring. Kasus ini terungkap setelah adanya laporan mencurigakan dari pihak Bendahara Provinsi Kalteng.
Ketua Bawaslu Kabupaten Seruyan, Umar Zahid Bustomi, mengakui bahwa dirinya baru mengetahui hal ini setelah Bendahara Provinsi menginformasikan adanya aliran dana mencurigakan. “Saya diberitahu bahwa terdapat aliran dana yang mencurigakan di keuangan Bawaslu Seruyan,” ungkap Umar kepada media di kantor Bawaslu Seruyan, Rabu (25/9).
Setelah mendapatkan laporan tersebut, Umar segera memanggil Koordinator Sekretariat (Korsek) untuk mencari tahu lebih lanjut. Kemudian, ia juga memanggil operator keuangan, yang diduga sebagai pelaku penyalahgunaan dana, untuk mendapatkan klarifikasi.
Umar menjelaskan bahwa pada saat itu Bawaslu Seruyan tengah melaksanakan tiga kegiatan utama, yaitu pelantikan Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam), pelantikan Tim Kerja Desa (TKD), dan peningkatan kapasitas. Total anggaran untuk ketiga kegiatan ini hanya sekitar Rp 190 juta. Namun, laporan keuangan dari operator yang mengelola Aplikasi Sakti menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan kegiatan yang telah dilakukan.
“Saya meminta laporan keuangan dari pagi, tetapi baru diberikan siang harinya. Ketika saya cek, laporan yang diserahkan sudah diedit, sehingga tampak sesuai dengan anggaran yang dikeluarkan. Namun, setelah kami konfirmasi dengan Bendahara Provinsi, terungkap bahwa laporan tersebut tidak sesuai,” ujar Umar.
Lebih lanjut, Umar menyatakan bahwa setelah terungkapnya laporan palsu tersebut, operator aplikasi tersebut akhirnya mengakui bahwa uang tersebut telah digunakan untuk berjudi secara daring, terutama permainan judi slot. “Dia mengaku bahwa uang sebanyak Rp 1,9 miliar itu habis dalam 10 hari untuk judi online,” kata Umar.
Umar menjelaskan bahwa staf yang diduga sebagai pelaku menggunakan modus operandi yang terbilang rapi. Operator keuangan ini sering meminta kode OTP (One-Time Password) kepada Koordinator Sekretariat dengan alasan untuk pembayaran keperluan Bawaslu. Karena OTP biasanya diberikan oleh pihak Korsek atau Bendahara, permintaan OTP berulang kali ini awalnya tidak menimbulkan kecurigaan.
“Dia menggunakan alasan seperti adanya gangguan jaringan untuk meminta kode OTP berulang kali. Korsek tidak merasa curiga dan selalu memberikan kode tersebut. Dengan alasan yang berbeda-beda, modus ini terus dilakukan sampai akhirnya terungkap,” jelas Umar.
Umar menambahkan bahwa operator aplikasi ini kini telah dinonaktifkan. Namun, Bawaslu Kabupaten Seruyan tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan staf tersebut secara resmi, karena hal itu berada di bawah wewenang Bawaslu RI.
Kasus ini terungkap pada 18 Mei hingga 8 Juni, dan sekarang tengah dalam proses penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwenang. Umar juga berharap agar pihak terkait segera menindaklanjuti kasus ini untuk menjaga integritas dan kredibilitas lembaga pengawasan pemilu di Kabupaten Seruyan.
Dengan kejadian ini, Umar menegaskan bahwa pihaknya akan meningkatkan pengawasan internal untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dana di masa mendatang, terutama dana yang bersumber dari anggaran negara untuk kepentingan pengawasan Pemilu yang seharusnya dijaga dengan baik demi mendukung demokrasi yang jujur dan adil.