kaltengpedia.com – Guna mendukung upaya pelestarian satwa dilindungi, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk., (SSMS), tak tanggung-tanggung dengan menyiapkan wilayah konservasi untuk orangutan seluas 2.000 ha di Kalteng. Pulau Salat pun ibarat surga kecil bagi pelestarian orangutan.
Dengan Di tengah lanskap hijau subur di Kalimantan, Pulau Salat muncul sebagai pusat rehabilitasi penting bagi pelestarian orangutan. Pulau ini terdiri dari beberapa gugusan, termasuk Nusa Satu seluas 596 ha dan Nusa Dua sekitar 1.191 ha, serta kawasan Badak Kecil yang seluas 104 hektar dan Badak Besar yang membentang hingga 123 hektar. Sejak tahun 2016, Pulau Salat telah menjadi rumah bagi orangutan yang dilepasliarkan sebagai bagian dari program konservasi, bekerja sama dengan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF).
Langkah ini memastikan bahwa PT Sumber Sawitmas Sarana Tbk., (SSMS) berkomitmen untuk menjaga keindahan alam sambil mendukung masyarakat lokal. Chief of Sustainability Officer (CSO) SSMS, Henky Satrio Wibowo, menjelaskan bahwa areal konservasi Pulau Salat menjadi salah satu bagian perusahaan dalam menjalankan Prosedur Remediasi dan Kompensasi RSPO (RaCP).
Secara total proyek RaCP ini memiliki empat program utama yang dirancang untuk mendukung keberlanjutan, yaitu pra-pelepasliaran orangutan, pendampingan hutan kemasyarakatan di Kabupaten Kotawaringin Barat, pengembangan hutan kemasyarakatan di Kecamatan Danau Seluluk, Kabupaten Seruyan, dan pendampingan Hutan Desa di Desa Petak Puti, Kecamatan Timpah, Kabupaten Kapuas.
Henky menambahkan, sejak 2016, status lahan Pulau Salat adalah Areal Penggunaan Lain (APL) dengan investasi awal sekitar Rp. 1,2 miliar, di luar biaya Ganti Rugi Lahan (GRL).
Program konservasi ini bukan hanya sekadar tanggung jawab, tetapi juga sebuah janji untuk masa depan. Dengan rencana yang diwajibkan RSPO selama 25 tahun ke depan, Henky menjelaskan bahwa setiap tahun, pengembangan konservasi Pulau Salat dilaporkan secara rutin. “Kedepannya bahkan kami berharap kawasan ini bisa sebagai pusat riset bagi peneliti dari dalam dan luar negeri,” ujarnya.
Bahkan pada tahun 2022 lalu menjadi tonggak penting ketika SSMS mencapai standar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) seratus persen, diikuti dengan perolehan sertifikat RSPO pada akhir tahun 2023. “Kami bangga dapat mengatakan bahwa ISPO kami adalah 100%, dan RSPO juga 100% di akhir tahun ini,” katanya kepada wartawan pada awal Oktober 2024. Ini adalah hasil dari upaya bersama yang tak kenal lelah untuk memastikan bahwa setiap produk yang dihasilkan SSMS dapat memenuhi standar keberlanjutan.
Sebagai bukti komitmen terhadap keberlanjutan, SSMS bahkan telah mengalokasikan dana khusus sebesar Rp 14 hingga 16 miliar setiap tahun untuk program Environmental, Social, and Governance (ESG). Henky menekankan, bahwa sustainability itu holistik. “Kami memastikan produk kami bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.
Dalam perjalanan ini, SSMS juga bekerja sama dengan masyarakat setempat dengan membeli buah-buahan dari tiga BUMDes di sekitar Pulau Salat. Dengan cara demikian, SSMS tidak hanya berupaya melestarikan alam tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat berjalan seiring.