kaltengpedia.com – Klaim kehilangan 19.000 suara oleh pasangan calon (Paslon) nomor urut 2, Nadalsyah (Koyem) dan Supian Hadi (SHD), dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) 2024 mulai menuai sorotan. Jika klaim ini tidak dapat dibuktikan secara akurat, bukan tidak mungkin hal ini justru akan menjadi bumerang, seperti ketika sebelumnya mereka mengklaim kemenangan berdasarkan hasil quick count yang ternyata bertolak belakang dengan hasil resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pada konferensi pers di Kantor DPD PDI Perjuangan Kalteng, Kamis (28/11/2024), Ketua Tim Pemenangan Koyem-SHD, Sigit Karyawan Yunianto (SKY), menyampaikan bahwa hasil quick count menunjukkan pasangan ini unggul dengan perolehan 37,16 persen suara. Data tersebut, menurut Sigit, diambil dari sampel 300 TPS dengan margin of error 1 persen oleh Polmark Indonesia dan tim internal mereka.
Namun, hasil rekapitulasi resmi KPU Kalteng yang diumumkan pada Minggu (8/12/2024) menunjukkan pasangan Agustiar Sabran–Edy Pratowo meraih suara terbanyak, yakni 484.754 suara, mengungguli tiga pasangan lainnya. Total suara sah mencapai 1.300.490 dari total suara masuk 1.364.470, dengan 63.980 suara dinyatakan tidak sah.
Ketua KPU Kalteng, Sastriadi, menegaskan bahwa proses rekapitulasi dilakukan secara transparan dan sesuai prosedur. “Pasangan Agustiar–Edy berhasil meraih 484.754 suara, unggul atas tiga pasangan lainnya,” jelas Sastriadi dalam rapat pleno terbuka di Palangka Raya.
Meski demikian, kubu Koyem-SHD tetap mempertanyakan hasil ini. Saksi pasangan nomor urut 2, Moses Agus Purwono, menolak menandatangani berita acara pleno KPU. “Kami menolak hasil ini karena adanya ketidakkonsistenan data perhitungan suara yang menyebabkan hilangnya suara Paslon nomor urut 2,” ujar Moses.
Rencana menggugat hasil Pilgub ke Mahkamah Konstitusi (MK) pun disampaikan oleh tim Koyem-SHD. Mereka mengklaim kehilangan sekitar 19.000 suara selama proses rekapitulasi oleh KPU Kalteng. Namun, klaim ini dianggap sebagian pihak sebagai langkah spekulatif yang berisiko memengaruhi kepercayaan para pendukung jika tidak terbukti.
Analis politik lokal, Budi Santoso, menyebut bahwa klaim kehilangan suara ini harus disertai bukti kuat. “Jika tuduhan ini hanya berdasar asumsi tanpa bukti yang konkret, ini akan menjadi bumerang bagi mereka. Pendukung mereka bisa semakin kecewa karena harapan yang tidak realistis,” ungkap Budi.
Sebelumnya, rasa percaya diri yang tinggi saat menyatakan kemenangan berdasarkan hasil quick count juga berujung pada kekecewaan di kalangan pendukung. Kini, dengan munculnya klaim baru, publik menunggu sejauh mana tim Koyem-SHD dapat membuktikan tuduhan mereka. Jika tidak, langkah ini justru bisa memperburuk citra mereka menjelang putusan final.
Rencana gugatan ke MK ini pun menjadi ujian serius bagi Paslon Koyem-SHD, baik untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap transparansi maupun untuk menjaga kepercayaan para pendukung di tengah persaingan politik yang semakin ketat.