Problem Menahun Tumpang-Tindih Lahan Bayangi Transmigrasi di Kawasan Hutan Kalteng

Dok : Tirto

kaltengpedia.com – Sebanyak tiga kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali dijadikan tujuan program transmigrasi nasional tahun ini. Ketiga kabupaten tersebut yaitu Kapuas, Sukamara, dan Kotawaringin Barat, akan menerima para transmigran dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, dan Bali.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalteng, Farid Wajdi, mengatakan bahwa penetapan ketiga daerah itu sebagai lokasi transmigrasi sudah melalui verifikasi dan ditetapkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

“Ketiga kabupaten tersebut telah memiliki kawasan transmigrasi yang telah ditetapkan oleh Menteri. Pemerintah daerah juga konsisten membangun kawasan itu,” ujar Farid saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Rabu (9/7/2025).

Bacaan Lainnya

Program transmigrasi yang bertujuan untuk pemerataan pembangunan dan pengurangan kepadatan penduduk di Pulau Jawa ini, kembali menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), terutama karena sejumlah kawasan transmigrasi di Kalteng dinilai berhasil dalam pertanian, peternakan, dan kehutanan.

Transmigrasi adalah program pemindahan penduduk dari daerah yang padat penduduk (seperti Pulau Jawa dan Bali) ke wilayah yang lebih jarang penduduknya, seperti Kalimantan, Papua, atau Sulawesi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran serta mempercepat pembangunan di daerah tujuan.

Meski program ini punya tujuan mulia, sejumlah tantangan menahun masih membayangi, terutama di Kalimantan Tengah:

  1. Tumpang-Tindih Lahan
    Banyak kawasan transmigrasi masih bersinggungan dengan kawasan hutan produksi atau hutan lindung yang belum dilepaskan secara sah. Hal ini kerap menimbulkan konflik antara transmigran, masyarakat lokal, dan otoritas kehutanan.

  2. Status Hukum Lahan Belum Jelas
    Banyak transmigran telah menempati lahan bertahun-tahun namun belum memiliki sertifikat hak milik (SHM) karena terkendala status kawasan. Akibatnya, mereka sulit mengakses permodalan dan layanan pertanahan.

  3. Tolak Ukur Keberhasilan Tidak Merata
    Di beberapa lokasi, transmigrasi berhasil membangun desa-desa mandiri. Namun, masih ada lokasi yang minim infrastruktur, seperti jalan, irigasi, dan layanan pendidikan.

  4. Ketegangan Sosial dan Budaya
    Ketidaksiapan integrasi sosial antara penduduk lokal dan transmigran dapat memicu gesekan budaya dan perebutan sumber daya, terutama di daerah yang sensitif terhadap adat dan batas wilayah.

Farid menegaskan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan kementerian terkait agar proses pelepasan kawasan dan legalisasi lahan bisa segera diselesaikan.

“Kami ingin memastikan bahwa para transmigran benar-benar mendapatkan haknya, dan pembangunan kawasan transmigrasi tidak berbenturan dengan kawasan hutan,” tambah Farid.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah pun berharap dukungan pemerintah pusat bisa menyelesaikan berbagai kendala lama yang menjadi batu sandungan bagi keberhasilan program transmigrasi di daerah ini.

Pos terkait