Pemerintah Salurkan Rp76,4 Triliun Dana Pendidikan APBN 2025, Perlu Pengawasan Ketat?

Foto : Ilustrasi Anggaran Pendidikan (Dok.Istimewa)

kaltengpedia.com – Pemerintah telah menyalurkan anggaran sebesar Rp76,4 triliun untuk sektor pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Dana ini setara dengan 10,6 persen dari total pagu anggaran pendidikan sebesar Rp724,3 triliun, sebagaimana disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Maret 2025 di Jakarta, Kamis (28/2).

Anggaran pendidikan tahun ini meningkat dari APBN 2024 yang hanya sebesar Rp665 triliun. Pemerintah menyalurkan anggaran ini untuk berbagai program unggulan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), di antaranya renovasi dan revitalisasi sekolah, sekolah unggulan, sekolah taruna nusantara, dan sekolah rakyat. Selain itu, program Makan Bergizi Gratis (MBG) serta digitalisasi pembelajaran turut menjadi fokus utama.

Selain pembangunan infrastruktur pendidikan, anggaran ini juga dialokasikan untuk mendukung siswa dan mahasiswa melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Program Indonesia Pintar (PIP), yang mencakup 1,1 juta dan 20,4 juta siswa. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diberikan kepada 9,1 juta siswa, sementara Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (PTN) disalurkan ke 197 lembaga. Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) juga diberikan kepada 10.500 mahasiswa.

Bacaan Lainnya

Bagi tenaga pendidik, pemerintah menyalurkan tunjangan profesi kepada 477,7 ribu guru dan tunjangan sertifikasi bagi 666,9 ribu guru. Suahasil menegaskan bahwa meski pemerintah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran, alokasi untuk sektor pendidikan tetap dipertahankan.

Meskipun alokasi anggaran pendidikan ini cukup besar, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk memastikan dana tersebut digunakan secara transparan dan tepat sasaran. Pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah potensi penyalahgunaan atau ketidakefisienan dalam realisasi anggaran.

Beberapa kasus sebelumnya menunjukkan bahwa kebocoran dana pendidikan kerap terjadi akibat ketidaktepatan penyaluran, mark-up proyek, dan kurangnya akuntabilitas dalam implementasi program. Oleh karena itu, peran lembaga pengawas seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Ombudsman menjadi krusial dalam mengawal penggunaan anggaran pendidikan.

Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan juga sangat diperlukan. Orang tua, tenaga pendidik, serta organisasi masyarakat sipil dapat berperan dalam memastikan bantuan pendidikan, seperti BOS dan KIP, benar-benar diterima oleh pihak yang berhak. Transparansi dalam pelaporan dan evaluasi program pendidikan juga harus terus ditingkatkan.

Dengan besarnya anggaran pendidikan yang dialokasikan, diharapkan dapat terjadi peningkatan signifikan dalam kualitas pendidikan nasional. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, potensi penyimpangan tetap menjadi ancaman yang dapat menghambat tujuan dari alokasi dana tersebut.

Pos terkait